Saturday, November 27, 2010

TINJAUAN UMUM TENTANG GOOD CORPORATE GOVERNANCE (GCG)


Oleh : Suleman Batubara S.H., MH

A. Pengertian Good Corporate Governance
Istilah pengelolaan perusahaan dapat dipandang dari definisi yang luas maupun terbatas. Secara terbatas, istilah tersebut berkaitan dengan hubungan antara pengelola (manager), direktur dan pemegang saham dari perusahaan. Istilah tadi juga dapat mencakup hubungan antara perusahaan itu sendiri dengan pembeli saham dan masyarakat. Secara luas, istilah pengelolaan perusahaan dapat meliputi kombinasi antara hukum, peraturan, aturan pendaftaran dan praktik pribadi yang memungkinkan perusahaan tersebut menarik modal masuk, berkinerja secara efisien, menghasilkan keuntungan dan memenuhi harapan masyarakat secera umum dan sekaligus kewajiban hukum.[1]
Oleh sebab itu, untuk mendapatkan pemahaman yang jelas dan sebagai upaya pencegahan perbedaan penafsiran tentang gcg itu sendiri, di sini diketengahkan beberapa pengertian yang diberikan oleh para ahli. Hal ini diuraikan sebagai bahan perbandingan tentang pengertian good corporate governance, diantaranya adalah sebagai berikut :  Forum For Corporate Governance (FCGI) ini Indonesia mendefinisikan corporate governance sebagai berikut:

“....seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur , pemerintah karyawan, serta para pemegang kepentingan internal lainnya yang berkaitan  dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengendalikan perusahaan. Tujuan Corporate governance ialah untuk menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berlepentingan (stakeholders).”[2]
           
Definisi yang diberikan FCGI tersebut di atas merupakan pengertian good corporate governance secara luas. Hal ini dikarenakan definisi yang diberikan tersebut menyangkut stakeholder secara keseluruhan.
Dalam kaitannya dengan pengertian GCG ini, pada tahun 1992 melalui apa yang dikenal dengan sebutan Cadburry Report, telah mengeluarkan definisi tersendiri tentang GCG.[3] Menurut Komite Cadburry, GCG adalah prinsip yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan agar mencapai keseimbangan antara kekuatan serta kewenangan perusahaan dalam memberikan pertanggungjawabannya kepada para shareholders khususnya, dan stakeholders pada umumnya. Tentu saja hal ini dimaksudkan pengaturan kewenangan Direktur, manajer, pemegang saham, dan pihak lain yang berhubungan dengan perkembangan perusahaan di lingkungan tertentu.
Sementara itu, Center for European Policy Studies (CEPS), punya formula lain. GCG, papar pusat studi ini, merupakan seluruh sistem yang dibentuk mulai dari hak (right), proses, serta pengendalian, baik yang ada di dalam maupun di luar manajemen perusahaan. Sebagai catatan, hak di sini adalah hak seluruh stakeholders, bukan terbatas kepada shareholders saja. Hak adalah berbagai kekuatan yang dimiliki stakeholders secara individual untuk mempengaruhi manajemen. Proses, maksudnya adalah mekanisme dari hak-hak tersebut. Adapun pengendalian merupakan mekanisme yang memungkinkan stakeholders menerima informasi yang diperlukan seputar aneka kegiatan perusahaan.
Sejumlah negara juga mempunyai definisi tersendiri tentang GCG. Beberapa negara mendefinisikannya dengan pengertian yang agak mirip walaupun ada sedikit perbedaan istilah. Kelompok negara maju (OECD), umpamanya mendefinisikan GCG sebagai cara-cara manajemen perusahaan bertanggung jawab pada shareholder-nya. Para pengambil keputusan di perusahaan haruslah dapat dipertanggungjawabkan, dan keputusan tersebut mampu memberikan nilai tambah bagi shareholders lainnya. Karena itu, fokus utama di sini terkait dengan proses pengambilan keputusan dari perusahaan yang mengandung nilai-nilai transparency, responsibility, accountability, dan tentu saja fairness.[4]
Selanjutnya, Asian Development Bank (ADB) menjelaskan bahwa GCG mengandung empat nilai utama yaitu: Accountability, Transparency, Predictability dan Participation. Pengertian lain datang dari Finance Committee on Corporate Governance Malaysia. Menurut lembaga tersebut GCG merupakan suatu proses serta struktur yang digunakan untuk mengarahkan sekaligus mengelola bisnis dan urusan perusahaan ke arah peningkatan pertumbuhan bisnis dan akuntabilitas perusahaan. Adapun tujuan akhirnya adalah menaikkan nilai saham dalam jangka panjang tetapi tetap memperhatikan berbagai kepentingan para stakeholder lainnya.
Di Indonesia, secara harfiah, governance kerap diterjemahkan sebagai “pengaturan.” Adapun dalam konteks GCG, governance sering juga disebut “tata pamong”, atau penabiran yang terakhir ini, bagi orang awam masih terdengar janggal di telinga. Maklum, istilah itu berasal dari Melayu. Namun tampaknya secara umum di kalangan pebisnis, istilah GCG diartikan tata kelola perusahaan, meskipun masih rancu dengan terminologi manajemen. Masih diperlukan kajian untuk mencari istilah yang tepat dalam bahasan Indonesia yang benar.
Kemudian, “GCG” ini didefinisikan sebagai  suatu pola hubungan, sistem, dan proses yang digunakan oleh organ perusahaan (BOD, BOC, RUPS) guna memberikan nilai tambah kepada pemegang saham secara berkesinambungan dalam jangka panjang, dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan norma yang berlaku.
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Good Corporate Governance merupakan ;
1.            Suatu struktur yang mengatur pola hubungan harmonis tentang peran dewan komisaris, Direksi, Pemegang Saham dan Para Stakeholder lainnya;
2.            Suatu sistem pengecekan dan perimbangan kewenangan atas pengendalian perusahaan yang dapat membatasi munculnya dua peluang: pengelolaan yang salah dan penyalahgunaan aset perusahaan; dan
3.            Suatu proses yang transparan atas penentuan tujuan perusahaan, pencapaian, berikut pengukuran kinerjanya.
Dari pengertian di atas pula, tampak beberapa aspek penting dari GCG yang perlu dipahami beragam kalangan di dunia bisnis, yakni;
a.             Adanya keseimbangan hubungan antara organ-organ perusahaan di antaranya Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Komisaris, dan direksi. Keseimbangan ini mencakup hal-hal yang berkaitan dengan struktur kelembagaan dan mekanisme operasional ketiga organ perusahaan tersebut (keseimbangan internal)
b.            Adanya pemenuhan tanggung jawab perusahaan sebagai entitas bisnis dalam masyarakat kepada seluruh stakeholder. Tanggung jawab ini meliputi hal-hal yang terkait dengan pengaturan hubungan antara perusahaan dengan stakeholders (keseimbangan eksternal). Di antaranya, tanggung jawab pengelola/pengurus perusahaan, manajemen, pengawasan, serta pertanggungjawaban kepada para pemegang saham dan stakeholders lainnya.
c.             Adanya hak-hak pemegang saham untuk mendapat informasi yang tepat dan benar pada waktu yang diperlukan mengenai perusahaan. Kemudian hak berperan serta dalam pengambilan keputusan mengenai perkembangan strategis dan perubahan mendasar atas perusahaan serta ikut menikmati keuntungan yang diperoleh perusahaan dalam pertumbuhannya.
d.            Adanya perlakuan yang sama terhadap para pemegang saham, terutama pemegang saham minoritas dan pemegang saham asing melalui keterbukaan informasi yang material dan relevan serta melarang penyampaian informasi untuk pihak sendiri yang bisa menguntungkan orang dalam (insider information for insider trading).
            Apabila ditelaah lebih jauh, perbedaan definisi tadi menekankan adanya kenyataan bahwa pengelola, direktur dan penanam modal dari perusahaan tesebut berkinerja suatu bisnis yang besifat luas disertai dengan lingkungan hukum yang membentuk tingkah laku.[5] Apa pun definisinya, pada dasarnya pengelolaan perusahaan berhubungan dengan cara yang diambil suatu perusahaan guna memberi kapasitas kepada para investornya bahwa korporasi tersebut telah menjalankan kinerja manajemen yang bagus dan bahwa aset perusahaan yang disediakan oleh investor telah digunakan secara layak dan menguntungkan.
            Dari beberapa pengertian tentang gcg tersebut, dapat dikatakan bahwa pengertian gcg sangat tergantung kepada tujuan utama dari korporasi tersebut. Beberapa negara menitikberatkan pada kebutuhan untuk memenuhi keinginan masyarakat khususnya. Apakah tujuan dari perusahaan menitik beratkan pada kepentingan karyawan, publik (stakeholders) lainnya seperti pemasok, kreditur, dinas pajak dan komunitas dimana perusahaan itu beroperasi.
            Dalam rangka menumumbuhkembangkan gcg ini, Organisation For Economic Corporation And Development (OECD) telah mengembangkan seperangkat prinsip-prinsip Good Corporate Governance yang dapat diterapkan secara luwes (fleksibel) sesuai dengan keadaan, budaya, dan tradisi di masing-masing Negara, sebagai berikut, yakni: fairness, accountability, responsibility  dan transparency.
            Prinsip-prinsip ini diharapkan dapat menjadi acuan atau rujukan bagi para bagi regulator (pemerintah) dalam membangun framework bagi penerapan corporate governance. Bagi para pelaku usaha dan pasar modal prinsip-prinsip ini dapat menjadi guidance atau pedoman dalam mengelaborasi best practices bagi peningkatan nilai (valuation) dan keberlangsungan  (sustainability) perusahaan.

B. Tujuan Umum Dari Good Corporate Governance
Dari keseluruhan uraian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan dari pedoman pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate governance) antara lain pertama, untuk memaksimalkan nilai perusahaan dan pemegang saham dengan mengembangkan transparansi, kepercayaan dan pertanggungjawaban dan dengan menetapkan sistem pengelolaan yang mendorong dan mempromosikan kreatifitas dan kewirausahaan yang progresif. Kedua, perusahaan harus memperhatikan berbagai kepentingan yang berbeda dari para pihak yang mempunyai kepentingan terhadap perusahaan. Perusahaan harus meminimalkan beban biaya untuk menengahi berbagai kepentingan yang berbeda dari para pihak yang berkepentingan: hal ini harus dicapai melalui cara yang rasional dan adil untuk kepentingan jangka panjang dan keuntungan perusahaan, para pemegang saham harus melakukan segala usaha untuk memutuskan dan melakukan tindakan-tindakan  berdasarkan moralitas yang baik dan prinsip-prinsip warga perusahaan yang baik dan tanggung jawab sosial.

1.            Faktor-Faktor Yang Mendukung Terciptanya Good Corporate Governance
            Pengalaman yang terjadi di Indonesia mengindikasikan bahwa peraturan perundang-undangan yang memadai telah tersedia untuk memastikan keterbukaan dan perlakuan yang wajar bagi pemegang saham minoritas. Namun, ada dua elemen utama yang terkait dengan good corporate governance. Pertama, mayoritas perusahaan terbuka dan pemegang saham pengendali harus dengan tulus mempercayai bahwa adalah demi kepentingan ekonomis mereka jugalah untuk memperlakukan pemegang saham minoritas secara wajar. Dengan demikian, harus ada good will untuk merubah kultur dan memasukkan konsep kewajiban fidusiari dalam menjalankan kegiatan usaha mereka.
            Kedua, harus ada penegakan hukum yang berarti dari pengadilan yang memperkenankan tuntutan baik regulator dan publik untuk memperoleh ganti rugi baik perdata maupun pidana. Walau di lingkungan yang menerapkan standar etika yang tertinggipun, masih selalu akan ada pihak yang melakukan penyimpangan. Dengan demikian, publik harus memiliki persepsi bahwa dalam hal-hal sebagaimana disebutkan sebelumnya, mereka dapat menggunakan jalur hukum melalui pengadilan.
Di Indonesia, kita telah memulai menciptakan kondisi yang kondusif bagi penerapan good corporate governance dengan mengeluarkan perangkat peraturan yang memenuhi standar internasional. Namun masih banyak hal yang harus dilakukan untuk mengubah persepsi dan motivasi perusahaan terbuka dan meningkatkan sistem peradilan kita guna mendukung penegakan peraturan-peraturan tersebut.



B. Prinsip – Prinsip Dasar Good Corporate Governance
1. Prinsip Keadilan (Justice)
            Prinsip keadilan ini merupakan kerangka pengelolaan perusahaan harus memproteksi hak-hak pemegang saham. Prinsip ini mengakui hak kepemilikan dari para pemegang saham. Selayaknya pemilik dari saham yang diakui secara hukum dan merupakan bagian dari suatu perusahaan, para pemegang saham tersebut memiliki hak untuk mengikut sertakan kepentingan mereka dalam perusahaan tersebut. Pengelolaan perusahaan yang efektif bergantung pada hukum, prosedur dan praktik umum yang memproteksi hak kepemilikan dan memastikan metode yang aman atas kepemilikan, registrasi dan pengalihan saham yang bebas dilakukan.
Prinsip keadilan ini juga mengakui hak pemegang saham untuk turut serta dalam pengambilan keputusan penting dalam perusahaan seperti pemilihan direktur dan persetujuan atas proses merjer atau akuisisi. Pengelolaan berkaitan dengan hak untuk turut serta dalam prosedur voting dalam pemilihan direktur, penggunaan perwakilan dalam proses voting, dan kemampuan pemegang saham untuk memberikan gagasan dalam rapat pemegang saham dan untuk mengadakan rapat luas biasa pemegang saham.
Prinsip keadilan ini juga berkaitan dalam kerangka pengelolaan perusahaan harus dapat memastikan perlakuan yang setara bagi para pemegang saham, termasuk pemegang saham minoritas dan asing. Semua pemegang saham harus memiliki kesempatan untuk memperoleh ganti rugi bagi pelanggaran hak-hak mereka. Dalam pengertian ini, berarti karangka hukum harus mengikutsertakan hukum yang dapat memproteksi hak dari pemegang saham minoritas dari pengguna asset yang tidak sesuai dan transaksi yang dilakukan oleh pemegang saham mayoritas, pengelola atau direktur perusahaan tanpa sepengetahuan pemegang saham minoritas.

2. Transparansi (Transparancy)
            Prinsip transparansi ini mengharuskan keragka pengelolaan perusahaan harus dapat memastikan bahwa pengungkapan yang akurat dan tepat diadakan sekaitan dengan materi yang menyangkut perusahaan, termasuk situasi keuangan, kinerja, kepemilikan dan kepemimpinan dari suatu perusahaan. Prinsip ini mengakui bahwa investor dan pemegang saham membutuhkan informasi mengenai kinerja suatu perusahaan, hasil keuangan dan operasionalnya, seperti layaknya juga informasi menangani tujuan perusahaan dan faktor-faktor materi untuk meprediksi risiko guna memonitor investasi mereka. Informasi financial disiapkan untuk memenuhi standar kualitas pembukuan dan audit yang tinggi dan harus merupakan subyek dari pembukuan dan laporan seperti, saham kepemilikan dan hal untuk memilih, identitas dari dewan anggota dan kompensasi atas eksekutif dan eksekutif kunci merupakan hal yang penting bagi investor dan pemegang saham potensial dan merupakan komponen yang penting dari ketransparansian.
            Menurut prinsip ini, suatu perusahaan untuk menjaga obyektivitas dalam menjalankan bisnis, harus menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan pemangku kepentingan lainnya.
            Adapun pedoman pokok pelaksanaan dari prinsip transparansi ini adalah, perusahaan harus menyediakan informasi secara tepat waktu, memadai, jelas, akurat dan dapat diperbandingkan serta mudah diakses oleh pemangku kepentingan sesuai dengan haknya. Informasi yang harus diungkapkan meliputi, tetapi tidak terbatas pada, visi, misi, sasaran usaha dan strategi perusahaan, kondisi keuangan, susunan dan kompensasi pengurus, pemegang saham pengendali, kepemilikan saham oleh anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris beserta anggota keluarganya dalam perusahaan dan perusahaan lainnya yang memiliki benturan kepentingan, sistem manajemen risiko, sistem pengawasan dan pengendalian internal, sistem dan pelaksanaan GCG serta tingkat kepatuhannya dan kejadian penting yang dapat mempengaruhi kondisi perusahaan.
            Prinsip keterbukaan yang dianut oleh perusahaan tidak mengurangi kewajiban untuk memenuhi ketentuan kerahasiaan perusahaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, rahasia jabatan, dan hak-hak pribadi. Kebijakan perusahaan harus tertulis dan secara proporsional dikomunikasikan kepada pemangku kepentingan.


3. Akuntabilitas (Accountability)
            Akuntabilitas ini, mensyaratkan suatu perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan. Oleh sebab itu, suatu perusahaan harus menetapkan rincian tugas dan tanggung jawab masing-masing organ perusahaan dan semua karyawan secara jelas dan selaras dengan visi, misi, sasaran usaha dan strategi perusahaan.
            Perusahaan harus meyakini bahwa semua organ perusahaan dan semua karyawan mempunyai kompetensi sesuai dengan tugas, tanggung jawab, dan perannya dalam pelaksanaan GCG. Perusahaan harus memastikan adanya sistem pengendalian internal yang efektif dalam pengelolaan perusahaan. Perusahaan harus memiliki ukuran kinerja untuk semua jajaran perusahaan yang konsisten dengan nilai-nilai perusahaan, sasaran utama dan strategi perusahaan, serta memiliki sistem penghargaan dan sanksi (reward and punishment system). Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, setiap organ perusahaan dan semua karyawan harus berpegang pada etika bisnis dan pedoman perilaku (code of conduct) yang telah disepakati.


4. Pertanggungjawaban (Responsibility)
            Prinsip responsibility ini mengharuskan kerangka pengelolaan perusahaan memastikan dewan dan pertanggungjawaban dewan kepada perusahaan dan para pemegang saham. Prinsip ini berimplikasi pada kewajiban hukum dari para direktur kepada perusahaan dan para pemegang saham. Ketika perwakilan pemegang saham telah dipilih, para direktur disyaratkan untuk menjalin hubungan dengan berbasiskan kepercayaan untuk setia dan memiliki perhatian. Dengan cara yang demikian, mereka disyaratkan untuk menghindari kepentingan pribadi dalam mengambil keputusan dan bertindak aktif, rajin dan berdasarkan pada infomasi yang diperoleh secara menyeluruh. Secara umum, setiap direktur menjadi jaminan bagi seluruh pemegang saham.
            Prinsip ini juga menyatakan bahwa dewan tersebut bertugas untuk memonitor pihak pengelola yang telah didelegasikan untuk menjalankan perusahaan dan meminta pertanggung jawaban mereka dalam penggunaan asset perusahaan.[6]  Adam Smith pada tahun 1776 menggambarkan keadaan yang demikian ini sebagai sebuah pemisahan antara kepemilikan dan control.[7] Dalam konteks ini, dewan tersebut perlu dipisahkan dari manajemen untuk dapat menilai manajemen secara objektif. Keadaan ini diharapkan dapat meminimalisir problem agensi secara efektif. Secara umum, ini mensyaratkan bahwa beberapa direktur bukanlah anggota tim manajemen atau terkait dengan mereka melalui hubungan keluarga ataupun bisnis.[8]
            Apa yang dijelaskan di atas, adalah penting. Hal ini dikarenakan bahwa kualitas dari pengelolaan perusahaan bergantung pada kualitas para direktur. Oleh sebab itu, dalam pengertian ini mensyaratkan pengikutsertaan para professional non-eksekutif yang kompeten dan direktur independent, yang memiliki kemampuan, komitmen berbasiskan kepercayaan dan ojektivitas untuk menyediakan pedoman strategis dan memonitor kinerja atas nama pemegang saham.
            Tanggung jawab direksi atas perlindungan stakeholder menurut pengertian ini, merupakan suatu kewajibannya untuk dalam melakukan pengelolaan perusahaan harus mengakui hak publik umum (stakeholders) sebagaimana diakui dalam hukum dan mendorong kerja sama yang aktif antara perusahaan dan publik dalam menciptakan kemakmuran, kesempatan kerja, dan pendukung perusahaan bersifat finansial. Oleh sebab itu, seorang direksi harus tunduk kepada hukum dan peraturan dimana perusahaan itu beroperasi.
            Adanya hubungan baik antara stakeholder dengan perusahaan akan membantu perusahaan tersebut dalam menerapkan prinsip gcg yang pada akhirnya keadaan ini perusahaan dapat mencapai tujuannya.[9] Dalam meningkatkan hubungan diantara perusahaan dengan stakeholder ini,  di banyak negara, perusahaan telah mensyaratkan ketentuan yang melebihi peraturan yang ada seperti, ketentuan tentang penyediaan jasa kesehatan dan pensiun, mendorong keberagaman ras dan gender dalam penggunaan tenaga kerja dan praktik promosi, pemberian dukungan finansial atas pendidikan dan memformulasi dan mengadopsi lingkungan ramah teknologi. Banyak perusahaan berusaha menghindari untuk pada pertemuan tahunan ank Dunia/Dana Moneter Internasional (IMF) pada akhir bulan lalu.
            Usaha ini, selain untuk mempererat hubungan diantara sesama stakeholder dengan perusahaan juga mengurangi tindak korupsi dan penyuapan dalam rang menjalankan perusahaan. Prinsip responsibility mensyaratkan, suatu perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai good corporate citizen.
            Berdasarkan uraian di atas, tentang prinsip responsibility ini, organ perusahaan harus berpegang pada prinsip kehati-hatian dan memastikan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, anggaran dasar dan peraturan perusahaan (by-laws). Perusahaan harus melaksanakan tanggung jawab sosial dengan antara lain peduli terhadap masyarakat dan kelestarian lingkungan terutama di sekitar perusahaan dengan membuat perencanaan dan pelaksanaan yang memadai.

5. Independensi (Independency)
            Tujuan utama dari prinsip indepensi ini adalah, untuk melancarkan pelaksanaan asas GCG, perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain. Berangkat dari tujuan yang digambarkan oleh prinsip ini, masing-masing organ perusahaan harus menghindari terjadinya dominasi oleh pihak manapun, tidak terpengaruh oleh kepentingan tertentu, bebas dari benturan kepentingan dan dari segala pengaruh atau tekanan, sehingga pengambilan keputusan dapat dilakukan secara obyektif. Masing-masing organ perusahaan harus melaksanakan fungsi dan tugasnya sesuai dengan anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan, tidak saling mendominasi dan atau melempar tanggung jawab antara satu dengan yang lain, sehingga terwujud sistem pengendalian internal yang efektif.



6. Kesetaraan dan Kewajaran (Fairness )
            Prinsip ini menghambat suatu perusahaan dalam melaksanakan kegiatannya, harus senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas kesetaraan dan kewajaran. Oleh sabab itu, untuk mencapai tujuan dari prinsip kesetaraan ini perusahaan harus memberikan kesempatan kepada pemangku kepentingan untuk memberikan masukan dan menyampaikan pendapat bagi kepentingan perusahaan serta membuka akses terhadap informasi sesuai dengan prinsip transparansi dalam lingkup kedudukan masing-masing.
            Perusahaan harus memberikan perlakuan yang setara dan wajar kepada pemangku kepentingan sesuai dengan manfaat dan kontribusi yang diberikan kepada perusahaan. Perusahaan harus memberikan kesempatan yang sama dalam penerimaan karyawan, berkarir dan melaksanakan tugasnya secara profesional tanpa membedakan suku, agama, ras, jender, dan kondisi fisik.

D. Pedoman Pelaksanaan Good Corporate Governance
            Pengelolaan perusahaan yang baik pada awalnya terkait dengan perseroan Terbuka. Dalam undang-undang mengenai perseroan terbatas, perseroan terbuka didefinisikan sebagai perseroan yang modal dan jumlah pemegang sahamnya memenuhi kriteria tertentu, atau suatu perseroan yang telah melakukan penawaran umum sesuai dengan peraturan yang berlaku dalam pasar modal. Untuk rincian yang lebih khusus, kita harus mengacu pada definisi perseroan terbuka dalam Undang-undang mengenai pasar modal yang memberikan arti sebagai berikut “Suatu perseroan terbuka adalah suatu prseroan yang sahamnya dimiliki oleh sekurangnya 300 orang dan yang modal disetornya sekurangnya berjumlah Rp. 3.000.000.000,- atau yang jumlah pemegang saham dan modal disetornya adalah sebagaimana ditentukan dalam peraturan pemerintah.

E. Faktor Penghambat Hak Pemegang Saham Minoritas
Walaupun perangkat hukum sehubungan dengan keterbukaan dan perlindungan hak-hak pemegang saham dalam rangka RUPS telah komprehensif, namun terdapat beberapa faktor yang menyebabkan perusahaan terbuka dapat melaksanakan kehendak bisnis mereka dengan sedikit mempertimbangkan kepentingan pemegang saham minoritas.
Pertama, mayoritas perusahaan terbuka di Indonesia dikendalikan oleh kelurga, kelompok atau konglomerasi yang memegang lebih dari 50% saham yang beredar. Kondisi ini menyebabkan pihak pengendali dapat dengan mudah memeperoleh persetujuan atas proposal yang mereka ajukan, karena mereka memegang mayoritas hak suara.
Kedua, walaupun dalam hal transaksi yang mengandung benturan kepentingan memerlukan persetuajuan pemegang saham minoritas (independen), dalam prakteknya adalah sulit bagi Bapepam untuk mengontrol dan memonitor. Biasanya pemegang saham minoritas tidak menggunakan kesempatan untuk hadir dalam RUPS pertama, mengharuskan dilaksanakannya RUPS yang kedua, dengan kewajiban kuorum yang lebih rendah. Hal ini memungkinkan pengambilan suara dapat dengan mudah dimenangkan oleh pihak pengendali yang berkepentingan.
Ketiga, walaupun keterbukaan yang dilakukan perusahaan kurang memadai atau menyesatkan dapat dijadikan dasar untuk mengajukan tuntutan terhadap direksi perusahaan ke pengadilan. Keempat, karakteristik pasar keuangan Indonesia didasari oleh hubungan yang dimotori perbankan, di mana pemegang saham utama suatu perusahaan ering kali juga memiliki usaha di bidang perbankan. Pemberian kredit yang tidak didasari oleh keputusan yang wajar (arm length) telah mengakibatkan berkurangnya good will dari pemegang saham di pasar modal. Dengan demikian, pemegang saham pengendali perusahaan terbuka tidak termotivasi menjalankan bisnis secara wajar dan adil dengan pemegang saham minoritas.

1. Perlakuan yang Adil Terhadap Para Pemegang Saham             
            Menurut gcg pada prinsipnya para pemegang saham harus diperlakukan secara adil berdasarkan prinsip kesetaraan. Dengan demikian, para pemegang saham harus mempunyai hak penuh yang tidak dilanggar untuk memberikan satu suara untuk setiap saham. Prinsip ini dalam pelaksanaannya suatu perseroan harus memberikan kepada para pemegang saham informasi yang diperlukan mengenai perseroan sehingga memungkinkan pemberian suara yang bermanfaat. Perseroan tidak boleh berpihak.


2. Tanggung Jawab Pemegang Saham
            Prinsip ini menyatakan bahwa Para pemegang saham mempunyai remot control atas perseroan harus mengingat tanggung jawab mereka sebagai pemegang saham pada saat melakukan tindakan yang mempengaruhi pengurusan perusahaan baik dengan jalan pemberian suara atau cara-cara lainnya. Para pemegang saham minoritas juga harus mempunyai tanggung jawab yang sejalan sehingga mereka tidak menyalahgunakan hak-hak mereka berdasarkan Undang-Undang No.1 tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas dan Anggaran Dasar perseroan mereka masing-masing.
            Tanggung jawab pemegang saham ini, salah satunya diatur dalam pasal 3 UUPT megatur mengenai tindakan-tindakan tertentup pemegang saham perseroan terbuka dan tertutu yang menyebabkan para pemegang saham tersebut bertanggung jawab secara penuh. Para pemegang saham yang mempunyai kontrol atas perseroan mempunyai banyak sekali kesempatan untuk melanggar batas-batas mereka. Intervensi mereka yang tidak dapat dibenarkan dalam pengelolaan perusahaan, misalnya, harus diatasi dengan transparansi yang lebih luas, pertanggungjawaban manajemen dan yang terutama, dengan ganti rugi yang ditetapkan oleh pengadilan.
            Adapun hak-hak para pemegang saham minoritas antara lain, pertama, termasuk hak untuk mengawasi  dan untuk menerima informasi dari perseroan.[10] Sebagimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 1  tahun 1995 tentang perseroan terbatas pasal 63 ayat (2) yaitu Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) berhak memperoleh segala keterangan yang berkaitan dengan  dengan kepentingan perseroan dari direksi dan komisaris,  Kedua, meminta diadakannya RUPS, sebagaimana diatur dalam Undang-undang perseroan terbatas pasal 66 dalam ayat (2) bahwa “penyelenggaraan RUPS sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat pula atas permintaan 1 (satu) pemegang saham atau lebih yang  bersama-sama mewakili satu persepuluh bagian dari jumlah seluruh saham dengan ahak suara yang sah, atau suatu jumlah yang lebih kecil sebagaimana ditentukan dalam anggaran dasar perseroan yang bersangkutan”[11] ,Ketiga, memeriksa perseroan.[12]  Keempat, hak meminta ganti rugi pembelian kembali saham yang telah ditempatkan oleh perseroan dengan dana yang bukan berasal dari laba sebagaimana dalam pasal 30 ayat (3) “direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas kerugian yang diderita pemegang saham yang beritikad baik , yang timbul akibat batal demi hukum sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) .[13] Kelima, hak menuntut karena tindakan yang tidak adil atau tidak perlu. Sebagaimana pasal 54 ayat (2) “ Setiap pemegang saham berhak mengajukan gugatan terhadap perseroan kepengadilan Negeri, apabila dirugikan karena tindakan perseroan yang dianggap tidak adil dan tanpa alasan yang wajar sebagai akibat keputusan RUPS,direksi atau komisaris[14] Keenam, hak menuntut karena kelalaian atau kesalahan manajemen.[15] Pasal 85 (3) dan 98 (2) UUPT. Ketujuh, hak meminta pembelian kembali saham yang telah ditetapkan sebagaimana diatur dalam pasal 31 ayat (2) UUPT.[16] Kedelapan, hak untuk mendapat persetujuan dalam perubahan angaran dasar sebagaimana diatur dalam pasal 75 ayat (1) dan (2).[17] Kesembilan, hak dalam hal konsolidasi, penggabungan, pengambilalihan, pailit atau pembubaran perseroan diatu dalam pasal 76 UUPT.[18] Kesepuluh, hak atas penjualan atau pemberian jaminan atas kekayaan perseroan (likuidasi). Kesebelas, hak atas pembelian kembali saham yang telah ditempatkan sebagaiman diatur dalam pasal 55 ayat (1) dan (2) UUPT.[19]
            Dalam peratuan yang dikeluarkan oleh Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) juga memberikan perlindungan terhadap para pemegang saham minoritas dalam hubungannya dengan transaksi yang mengandung pertentangan kepentingan (conflict of interest) dan pengambilalihan tertentu.
3. Rapat Umum Pemegang Saham
            RUPS merupakan organ perseroan terbatas yang tertinggi dimana organ ini mempunyai hak dan kewenangan yang tidak dimiliki oleh direksi dan komisaris. RUPS ini dibagi dalam dua macam yaitu RUPS Tahunan dan RUPS Luar Biasa. Kedua RUPS tersebut harus dilakukan sesuai dengan ketentuan anggara dasar perseroan dan Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas.

4. Komisaris  
            Dalam pasal 1 butir (5) disebutkan bahwa Komisaris adalah organ perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan atau khusus serta memberikan nasihat kepada Direksi dalam menjalankan perseroan.[20]  Dari pengertian ini, dapat dikatakan bahwa fungsi dari Komisaris pada prinsipnya adalah bertanggung jawab atas dan berwenang untuk mengawasi kebijakan dan tindakan Direksi, dan memberikan nasihat kepada direksi jika diperlukan. Untuk membantu Komisaris dalam menjalankan tugasnya, berdasarkan prosedur yang ditetapkannya sendiri,
      Komisatis dapat meminta nasihat dari pihak ketiga dan/atau membentuk komite khusus. Seorang Komisaris haruslah seseorang yang mempunyi karakter yang baik dan pengalaman yang diperlukan. Setiap anggota Komisaris dan Komisaris sebagai suatu badan perseroan dan para pemegang saham, mereka juga harus memastikan bahwa perseroan melaksanakan tanggung jawab sosialnya (misalnya bertindak sebagai warga yang baik dinegara-negara dimana perseroan melakukan usahanya) dan memperhatikan kepentingan berbagai pihak yang mempunyai kepentingan terhadap perseroan.
            Untuk menjamin tercapainya fungsi dari komisaris tersebut, dalam hal ini komposisi Komisaris haruslah sedemikian rupa sehingga memungkinkan pembuatan keputusan yang efektif dan cepat. Sekurangnya 20% anggota Komisaris haruslah merupakan orang luar untuk meningkatkan efektifitas dan transparansi musyawarah yang dilakukan oleh Komisaris. Segala pendapat yang berbeda dari keputusan-keputusan yang dibuat oleh komisaris haruslah dicatat dalam notulen rapat komisaris. Komisaris yang merupakan orang luar tidak boleh mempunyai kaitan dengan Direksi dan pemegang saham yang mempunyai control atas perseroan dan tidak mempunyai kepentingan yang dapat mengurangi kemampuan mereka untuk melaksanakan tugasnya dengan tanpa berpihak untuk kepentingan perseroan. Dengan melihat apa yang dikatakan di atas, Komisatis perseroan terbuka sekurangnya terdiri dari dua orang.
            Dalam kaitannya dengan pelaksanaan gcg, komisaris harus menjalankan segala kewajibannya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku baik menurut UUPT maupun anggaran dasar serta peraturan-peraturan terkait lainnya. Lebih jauh lagi, Komisaris harus mematuhi segala hukum dan peraturan yang berlaku serta Anggaran Dasar perseroan dalam menjalankan tugasnya dan memastikan bahwa Direksi  juga mematuhinya.
            Dari uraian di atas khususnya tentang komisaris, berdasarkan UUPT, Komisaris harus melaksanakan kewajibannya dengan maksud baik dan tanggung jawab penuh untuk kepentingan perseroan. Undang-undang memberikan wewenang kepada komisaris untuk memberhentikan seorang direktur harus menandatangani laporan tahunan perseroan. Karena itu, Komisaris mempunyai tanggung jawab hukum yang sama dengan Direksi atas laporan keuangan yang menyesatkan yang menyebabkan kerugian bagi pihak lainnya. Berdasarkan UUPT, setiap Komisaris harus memberitahukan kepada perseroan mengenai kepemilikan sahamnya atau keluarganya dalam perseroan atau perseroan lainnya.   
            Untuk menjamin terlaksananya prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan yang baik ini, dalam hal untuk memaksimalkan fungsi dari komisaris maka rapat Komisaris harus diadakan secara teratur, misalnya secara prinsip sekurangnya sekali dalam sebulan. Komisaris harus menetapkan prosedur Rapat Komisaris dan setiap Komisarus harus diberikan salinan notulen setiap Rapat Komisaris.
            Dalam kapasitasnya sebagai pengawas, sudah selayaknya Komisarus mempunyai akses terhadap informasi mengenai perseroan secara menyeluruh dan pada waktunya. Hal ini penting, mengingat informasi yang diperoleh oleh komisaris tersebut dapat dimanfaatkannya baik sebagai masukan maupun sebagai dasar untuk melakukan investigasi maupun perbaikan terhadap managemen perusahaan.
            Oleh karena Komisaris tidak mempunyai wewenang eksekutif dalam perseroan (kecuali dalam keadaan-keadaan tertentu sebagaimana diatur dalam pasal 100 UUPT), adalah kewajiban Direksi dan/atau para pemegang saham untuk memastikan pemberian informasi mengenai perseroan kepada Komisaris.

5. Direksi
            Direksi dalam kedudukannya sebagai organ perseroan yang bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan angaran dasar.[21] Dalam kedudukannya ini, pada prinsipnya Direksi bertugas menjalankan dan mengelola perseroan. Untuk membantu Direksi dalam melakukan tugasnya, berdasarkan prosedur yang ditetapkan oleh Direksi, Direksi dapat meminta nasihat dari pihak ketiga atau membentuk komite khusus. Setiap anggota Direksi haruslah merupakan seseorang yang mempunyai karakter yang baik dan pengalaman yang diperlukan. Direksi mengurus saham, direksi akan menjalankan tanggung jawab sosial perseroan (misalnya bertindak sebagai warga yang baik di negara-negara dimana perseroan mejalankan usahanya) dan memperhatikan kepentingan berbagai pihak yang mempunyai kepentingan terhadap perseroan.
            Direksi sebagai organ perseroan yang bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan seorang Direksi harus bertindak untuk kepentingan perseroan secara konsisten mengembangkan keterikatan perseroan terhadap Pedoman Pengelolaan Perusahaan Yang Baik dan manfaatnya terhadap perseroan secarakeseluruhan karena kepatuhan tersebut.
            Untuk memfungsikan Direksi dalam suatu perusahaan komposisi Direksi haruslah sedemikian rupa sehingga memungkinkan pembuatan keputusan yang efektif dan cepat. Sekurangnya 20% anggota Komisaris haruslah merupakan orang luar untuk meningkatkan (a) efektifitas perannya sebagai pengelola, dan (b) transparansi musyawarah yang dilakukan oleh Direksi. Jumlah Direksi yang merupakan orang luar pada akhirnya haruslah sedemikian rupa sehingga suara yang mereka berikan mempunyai pengaruh terhadap segala keputusan penting yang diambil pada setiap Rapat Direksi. Direktur yang merupakan  orang luar tidakboleh mempuyai ikatan dengan Komisaris dan pemegang saham yang mempunyai control atas perseroan dan tidak mempunyai kepentingan yang dapat mengurangi kemampuan mereka untuk menjalankan tugas mereka dengan tanpa berpihak untuk kepentingan perseroan.
            Oleh sebab itu, semestinya dalam pelaksanaan Direksi perseroan terbuka sekurangnya terdiri dari 2 (dua) anggota. Direksi selaku organ perusahaan dalam menjalankan tugas dan wewenangnya harus mematuhi segala undang-undang dan peraturan yang berkekuatan huum serta Anggaran Dasar Perseroan dalam menjalankan tugas-tugasnya.
            Dalam kaitanya dengan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan ini, seorang Direksi harus menjalankan tugas-tugasnya dengan maksud baik dan penuh tanggung jawab untuk kepentingan perseroan. Setiap anggota Direksi bertanggung jawab secara pribadi atas segala kesalahan atau kelalaian dalam menjalankan tugsnya. Direksi harus menyimpan buku-buku perseroan, menyiapkan dan menyerahkan Laporan Tahunan dan laporan keuangan tahunan kepada TUPS Tahunan serta membuat dan menyimpan Daftar Pemegang Saham dan notulen RUPS. Berdasarkan Pasal 87 UUPT, seorang anggota direksi harus mengungkapkan kepada perseroan segala kepemilikan sahamnya atau anggota keluarganya dalam perseroan atau dalam perseroan lainnya. Seorang anggota Direksi yang memiliki saham dalam perusahaan-perusahaan dimaksud harus melaporkan kepemilikan sahamnya kepada Bapepam.

6.            Keputusan RUPS
Keputusan RUPS diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat. Bila hal tersebut tidak tercapai, keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak biasa dari jumlah suara yang dikeluarkan secara sah kecuali UU No.1/1995 dan atau Angaran Dasar menentukan.

F.  Prinsip-Prinsip  Good Corporate Governance (GCG) Dalam Undang-
      Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas
Direksi betanggung jawab penuh dalam melaksanakan tugasnya untuk kepentingan perseroan. Oleh sebab itu, setiap anggota direksi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugasnya dengan mengindahkan peraturan perundang-undangan yang berlaku juga anggaran dasar perseroan.[22]
Dalam pasal 66 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menyebutkan bahwa direksi wajib menyampaikan laporan tahunannya kepada RUPS setelah ditelaah oleh komisaris perusahaan yang bersangkutan.[23] Laporan ini adalah wujud dari tanggung jawab direksi dan komisaris terhadap perusahaan. Oleh karena itu, laporan tahunan ini harus ditandatangani oleh seluruh direksi dan komisaris.[24] Bagi direksi dan atau komisaris yang tidak mau menandatangani laporan tahunan tersebut harus menyebutkan alasannya secara tertulis dalam laporan tahunan yang bersangkutan atau dalam surat tersendiri.[25] Oleh sebab itu, direksi atau komisaris yang tidak menandatangani laporan tahunan tanpa memberikan alasannya secara tertulis, maka direksi atau komisaris yang bersangkutan dianggap menyetujui laporan tahunan tersebut.[26]
Untuk menjamin kebenaran dan obyektivitas laporan tahunan yang dibuat oleh direksi dan komisaris tersebut khususnya mengenai laporan keuangan, maka laporan keuangan tersebut harus dibuat sesuai dengan standar akuntansi keuangan.[27] Terhadap perusahaan yang menghimpun dan atau mengelola dana dari masyarakat, menerbitkan surat pengakuan utang kepada masyarakat, Perusahaan Tbk., perseroan yang merupakan persero, perseroan yang memiliki peredaran uang paling sedikit 50.000.000.000,- (lima puluh miliar rupiah) atau perseroan yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan, direksi wajib memberikan laporan keuangannya kepada akuntan publik untuk dilakukan pengauditan.[28] Pelanggaran terhadap ketentuan ini, menjadikan laporan keuangan tersebut tidak disahkan oleh RUPS.[29] Suatu laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik harus disampaikan secara tertulis kepada RUPS melalui direksi.[30] Terhadap laporan keuangan yang diterima dan disahkan oleh RUPS harus diumumkan dalam surat kabar.[31]
Pasal 69 ayat (3) Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, menyatakan bahwa apabila laporan keuangan yang dibuat oleh direksi dan komisaris tersebut tidak benar atau menyesatkan, maka mereka bertanggung jawab secara tanggung renteng terhadap pihak yang dirugikan oleh laporan keuangan tersebut.[32] Ayat selanjutnya dari pasal ini menyatakan bahwa terhadap direksi atau komisaris yang dapat membuktikan bahwa dia tidak bersalah atas ketidakbenaran dan informasi yang menyesatkan dalam laporan keuangan yang dibuat, maka terhadapnya tidak dapat dimintakan tuntutan ganti kerugian.[33]
Melihat uraian di atas, tentang laporan tahunan dan keuangan suatu perseroan dalam hubungannya dengan hak untuk memperoleh informasi terhadap suatu perseroan, dapat dikatakan bahwa pada prinsipnya regulasi di bidang perseroan ini mengupayakan secara maksimal agar para stakeholders dan juga publik dapat memperoleh informasi yang benar dan akurat secara kontinue dan berkelanjutan atas suatu perseroan. Hal ini ditujukan untuk menjamin kepentingan berbagai pihak khususnya para pemegang saham dan stakeholders lainnya.
Hak untuk memperoleh informasi ini apabila ditinjau dari Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, ketentuan ini antara lain di atur dalam pasal 71 undang-undang bersangkutan. Dalam pasal ini disebutkan bahwa tidak satu pihak pun dapat menjual efek dalam penawaran umum, kecuali pembeli atau pemesan menyatakan dalam formulir pemesanan efek bahwa pembeli atau pemesan telah menerima atau memperoleh kesempatan untuk membaca prospektus berkenaan dengan efek yang bersangkutan sebelum atau pada saat pemesanan dilakukan.[34] Dalam menjamin terlaksananya keterbukaan informasi ini, [35] Bapepam sebagai pengawas di bidang pasar modal diwajibkan untuk memperhatikan kelengkapan, kecukupan, obyektivitas, kemudahan untuk dimengerti dan kejelasan dokumen pernyataan pendaftaran untuk memastikan bahwa pernyataan pendaftaran memenuhi prinsip keterbukaan (disclousure).[36] Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa hak untuk memproleh informasi tentang perseroan merupakan salah satu hak pemegang saham yang dijamin oleh Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang pasar modal melalui perantara Bapepam.
Khusus bagi perseroan yang ingin melakukan penawaran sahamnya di pasar modal (go public), kepada perusahaan bersangkutan diwajibkan untuk memberikan informasi secara akurat dan berkelanjutan khususnya tentang fakta materil.[37] Fakta materil yang disajikan oleh perusahaan dalam prospektus yang ditawarkan harus benar-benar memuat informasi yang sesungguhnya. Dengan kata lain, perusahaan bersangkutan tidak boleh menyembunyikan dan atau memberikan informasi yang tidak sebenarnya.[38] Hal ini ditujukan agar informasi yang diberikan tidak menyesatkan. Dengan demikian, diharapkan kepentingan publik (investor) dapat terlindungi, sehingga investasi (modal) yang ditanamkan dapat memberikan keuntungan bagi investor yang bersangkutan. Untuk lebih jelasnya di bawah ini dituliskan bunyi dari ketentuan tersebut, yaitu[39] :

(1)         Setiap prospektus dilarang memuat keterangan yang tidak benar tentang fakta material atau tidak memuat keterangan yang benar tentang fakta material yang diperlukan agar prospektus tidak memberikan gambaran yang menyesatkan.


Dalam kaitannya dengan fakta materil ini, pasal 79 ayat (1) menyatakan sebagai berikut[40] :

(1)         Setiap pengumuman dalam media massa yang berhubungan dengan suatu penawaran umum dilarang memuat keterangan yang tidak benar tentang fakta material dan atau tidak memuat pernyataan tentang fakta material yang diperlukan agar keterangan yang dimuat di dalam pengumuman tersebut tidak memberikan gambaran yang menyesatkan.

Merujuk pada kedua pasal tersebut di atas, terlihat jelas bahwa setiap perusahaan yang ingin menawarkan sahamnya di pasar modal diharuskan untuk memberikan informasi yang akurat dan benar kepada publik (investor), baik dalam prospektus yang ditawarkan maupun dalam pengumuman yang dibuat di media massa. Kemudian, informasi yang diberikan dalam prospektus dan pengumuman tersebut, harus diungkapkan dan tidak boleh disembunyikan. Hal lain yang harus diperhatikan adalah adanya keharusan bagi perusahaan untuk memberikan kesempatan yang wajar bagi publik untuk membaca prospektus yang ditawarkan.
Adapun konsekuensi hukum apabila keterbukaan informasi tidak terpenuhi dalam prospektus yang ditawarkan mengakibatkan transaksi yang dilakukan terhadap prospektus tersebut adalah batal demi hukum.[41] Oleh sebab itu, Bapepam sebagai pengawas pasar modal diberikan kewenangan untuk memeriksa syarat-syarat yang diberikan oleh setiap perusahaan pada saat perusahaan yang bersangkutan melakukan pendaftaran.[42] Hal ini ditujukan agar informasi dalam prospektus yang akan ditawarkan tersebut benar-benar memuat keterangan yang sesungguhnya, bukan manipulasi atau kebohongan. Melalui cara ini, diharapkan calon pembeli efek dapat terlindungi dari perbuatan curang pelaku pasar modal tersebut.
Konsekuensi hukum lain terhadap manifulasi atau kebohongan terhadap fakta materil yang disampaikan dalam prospektus oleh suatu perusahaan adalah dapat dimintakannya pertangungjawaban secara hukum kepada pihak yang memberikan informasi dan atau menyembunyikan fakta materil tersebut.[43] Selain itu, kepada pihak yang bersangkutan dapat dimintakan tuntutan ganti rugi.[44] Hal ini dapat dilihat dalam pasal 81 Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal yang menyatakan sebagai berikut[45] :

1)      Setiap pihak yang menawarkan atau menjual efek dengan menggunakan prospektus atau dengan cara lain, baik tertulis maupun lisan, yang memuat informasi yang tidak benar tentang fakta material atau tidak memuat informasi tentang fakta material dan Pihak tersebut mengetahui atau sepatutnya mengetahui mengenai hal tersebut wajib bertanggung jawab atas kerugian yang timbul akibat perbuatan dimaksud.
2)      Pembeli efek yang telah mengetahui bahwa informasi tersebut tidak benar dan menyesatkan sebelum melaksanakan pembelian efek tersebut tidak dapat mengajukan tuntutan ganti rugi terhadap kerugian yang timbul dari transaksi Efek dimaksud.


Mengacu pada kedua pasal tersebut di atas, terlihat jelas bahwa setiap pihak (siapapun) dapat dimintakan ganti kerugian, apabila yang bersangkutan dalam menawarkan atau menjual efek ternyata memuat informasi yang tidak benar tentang fakta material, atau tidak memuat informasi tentang fakta material, dan pihak tersebut mengetahui atau sepatutnya mengetahui mengenai hal tersebut, maka kepadanya dapat dimintakan ganti kerugian atas kerugian yang timbul akibat perbuatan dimaksud. Ketentuan ini tidak apabila pembeli atau pemesan efek tersebut telah mengetahui bahwa informasi tersebut tidak benar dan menyesatkan sebelum melaksanakan pembelian.
Dari paparan di atas tentang hak untuk memperoleh informasi, apabila ditinjau dari Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan juga Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, dapat dikatakan bahwa kedua undang-undang ini pada prinsipnya mengupayakan secara maksimal agar berbagai pihak dapat memperoleh informasi yang benar dan akurat terhadap suatu perseroan. Hal lebih diutamakan terhadap perseroan yang bidang usahanya menghimpun dan atau mengelola dana masyarakat, menerbitkan surat pengakuan utang bagi masyarakat, Perseroan Tbk., perseroan yang memiliki peredaran uang minimal 50.000.000.000,- (lima puluh miliar rupiah) dan lain-lain.

A.           Keuntungan dan Manfaat Penerapan Prinsip-Prinsip GCG Bagi Perseroan
Sebagaimana telah diuraikan pada alinea terdahulu, bahwa GCG merupakan suatu cara untuk menjamin bahwa manajemen bertindak yang terbaik untuk kepentingan stakeholders. Pelaksanaan GCG menuntut adanya perlindungan yang kuat terhadap hak-hak pemegang saham, terutama pemegang saham minoritas. Prinsip-prinsip atau pedoman pelaksanaan GCG menunjukkan adanya perlindungan tersebut, tidak hanya kepada pemegang saham, tetapi meliputi seluruh pihak yang terlibat dalam perusahaan termasuk masyarakat.[46]
Melihat pengertian GCG sebagaimana dijelaskan pada bab terdahulu, dapat disimpulkan bahwa esensi corporate governance adalah peningkatan kinerja perusahaan melalui sepervisi atau pemantauan kinerja manajemen dan adanya akuntabilitas manajemen terhadap shareholders dan pemangku kepentingan lainnya, berdasarkan kerangka aturan dan peraturan yang berlaku.  Untuk meningkatkan akuntabilitas, antara lain diperlukan auditor, komite audit, serta remunerasi eksekutif.  GCG memberikan kerangka acuan yang memungkinkan pengawasan berjalan efektif sehingga tercipta mekanisme checks and balances di perusahaan.
Seberapa jauh perusahaan memperhatikan prinsip-prinsip dasar GCG telah semakin menjadi faktor penting dalam pengambilan keputusan investasi.  Terutama sekali hubungan antara praktik corporate governance dengan karakter investasi internasional saat ini.  Karakter investasi ini ditandai dengan terbukanya peluang bagi perusahaan mengakses dana melalui ‘pool of investors’ di seluruh dunia.   Suatu perusahaan dan atau negara yang ingin menuai manfaat dari pasar modal global, dan jika kita ingin menarik modal jangka panjang yang, maka penerapan GCG secara konsisten dan efektif akan mendukung ke arah itu.  Bahkan jikapun perusahaan tidak bergantung pada sumber daya dan modal asing, penerapan prinsip dan praktik GCG akan dapat meningkatkan keyakinan investor domestik terhadap perusahaan. Di samping hal-hal tersebut di atas, GCG juga dapat ;
  1. Mengurangi agency cost, yaitu suatu biaya yang harus ditanggung pemegang saham sebagai akibat pendelegasian wewenang kepada pihak manajemen. Biaya-biaya ini dapat berupa kerugian yang diderita perusahaan sebagai akibat penyalahgunaan wewenang (wrong-doing), ataupun berupa biaya pengawasan yang timbul untuk mencegah terjadinya hal tersebut.
  2. Mengurangi biaya modal (cost of capital), yaitu sebagai dampak dari pengelolaan perusahaan yang baik tadi menyebabkan tingkat bunga atas dana atau sumber daya yang dipinjam oleh perusahaan semakin kecil seiring dengan turunnya tingkat resiko perusahaan.
  3. Meningkatkan nilai saham perusahaan sekaligus dapat meningkatkan citra perusahaan tersebut kepada publik luas dalam jangka panjang.
  4. Menciptakan dukungan para stakeholder (para pihak yang berkepentingan) dalam lingkungan perusahaan tersebut terhadap keberadaan dan berbagai strategi dan kebijakan yang ditempuh perusahaan, karena umumnya mereka mendapat jaminan bahwa mereka juga mendapat manfaat maksimal dari segala tindakan dan operasi perusahaan dalam menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan.
Selain manfaat GCG sebagaimana disebutkan di atas, salah satu manfaat lain dari GCG adalah untuk meningkatkan perlindungan kepentingan investor terutama para pemegang saham terbuka.[47] Selain itu, penerapan GCG dalam suatu perseroan diharapkan dapat mendorong tumbuhnya mekanisme check and balance di lingkungan manajemen khususnya dalam memberi perhatian kepada kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya.
Dalam kaitannya dengan implementasi prinsip-prinsip GCG dalam suatu perusahaan, Bank Dunia telah memberikan rekomendasi sebagai berikut;[48]
Pertama, pemegang saham minoritas harus diberikan hak voting dalam proses nominasi anggota dewan komisaris dan direksi. Misalnya dengan memberikan hak kepada pemegang saham minoritas tanpa harus melanggar ketentuan one share one vote. Adapun metode yang dapat digunakan antara lain adalah hak voting akumilatif.
Kedua, perusahaan publik disarankan untuk memiliki komite nominasi dan renumerasi yang bisa dilaksanakan melalui penerbitan pedoman komite nominasi dan renumerasi oleh komnas. Hal ini kemudian harus mendapat dukungan dari Bapepam dan BEJ dengan mengeluarkan peraturan yang bersifat mandatory.
Ketiga, direkomendasikan untuk mengadopsi standar internasional dalam pelaporan keuangan secara penuh. Oleh karena itu, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dan Bapepam berencana untuk mengadopsi sepenuhnya Internasional Accounting Standard (IAS).
Keempat, langkah-langkah untuk melindungi pemegang saham minoritas. Oleh karena itu, direksi sebagai manajemen perseroan, dalam tindakan dan setiap keputusan diambil harus seantiasa memperhatikan kepentingan berbagai pihak, sehingga dalam setiap kebijakan yang dibuat tidak merugikan pihak-pihak tertentu khususnya pemegang saham minoritas yang mempunyai kedudukan lemah terhadap suatu  perseroan. 
Keenam, mengkonfirmasi tanggung jawab hukum para akuntan. Oleh karena itu, konsep undang-undang akuntan publik disarankan untuk memperkuat tanggung jawab hukum para akuntan, khususnya untuk memungkinkan tuntutan hukum terhadap para akuntan sekiranya terdapat fraud maupun suatu kelalaian yang nyata.
Ketujuh, memperpendek jangka waktu penyerahan laporan tahunan dari semula 120 hari, sejak 2003 telah dikurangi menjadi 90 hari.
Kedelapan, ketentuan mengenai komisaris independen juga perlu diatur di dalam undang-undang lembaga keuangan non-bank.
Kesembilan, merumuskan lebih jauh mengenai independensi para komisris independen. Hai ini terkait dengan uraian tentang peran, kewjiban dan akuntabilitas komisaris independen.
Sebagaimana telah diuraikan pada alinea terdahulu, bahwa GCG merupakan suatu cara untuk menjamin bahwa manajemen bertindak yang terbaik untuk kepentingan stakeholders. Pelaksanaan GCG menuntut adanya perlindungan yang kuat terhadap hak-hak pemegang saham, terutama pemegang saham minoritas. Prinsip-prinsip atau pedoman pelaksanaan GCG menunjukkan adanya perlindungan tersebut, tidak hanya kepada pemegang saham, tetapi meliputi seluruh pihak yang terlibat dalam perusahaan termasuk masyarakat.[49]
Dari seluruh uraian di atas tentang manfaat GCG, dapat disimpulkan bahwa setidaknya ada tujuh keuntungan GCG yaitu ;[50]
1.      Kenyamanan bekerja di tempat yang aman, nyaman, sehat dan bersih.
2.      Tidak terkoreksinya margin keuntungan perusahaan, karena gangguan operasional.
3.      Praktisi di lapangan dapat belajar dari kejadian dan kasus masa lalu yang merugikan perusahaan.
4.      Meningkatkan citra, reputasi dan kredibilitas perusahaan di mata supplier, mitra dan rekanan bisnis, investor dan pemangku kepentingan.
5.      Mampu mengantisipasi dan mendeteksi potensi gangguan operasional maupun kerugian lainnya saat melihat gejala atau indikasi potensi kerugian yang muncul.
6.      Meningkatkan budaya dan ethos kerja yang sadar resiko.
7.      Meningkatkan kepastian berusaha di masa depan karena mampu meminimalisasi kerugian sejak dini.



      [1]Ira M. Milltein,”The Evolution og Corporate Govermance in the United States,” Dibacakan di depan Forum Ekonomi Dunia, Davos, Swiss (2 Februari 1998) “Istilah pengelolaan perusahaan” memiliki banyak definisi. Istilah tersebut dapat mencakup segala hubungan perusahaan, hubungan antara modal, produk, jasa dan penyedia sumber daya manusia, pelanggan dan bahkan masyrakat luas. Istilah ini juga dapat mencakup segala aturan hukum yang ditunjukan untuk memungkinkan suatu perusahaan untuk dapat dipertanggung jawabkan di hadapan para pemegang saham dan public, seperti juga kerja dari pasar untuk mengkontrol perusahaan. Istilah ini jug adapt mengacu pada praktik audit dan prinsip-prinsip pembukaan, dan juga dapat mengacu kepada keaktifan pemegang saham. Secara lebih sempit, istilah ini dapat digunakan untuk memnggambarkan peran dan praktik dari dewan direksi. Adapun sebutan yang tepat untuk definisi ini adalah : Pengelolaan peusahaan berkaitan dengan hubungan antara manager perusahaan dan pemegang saham, didasarkan kepada pandangan bahwa dewan direksi merupakan agen para pemegang sahan untuk memastikan suatu perusahaan untuk dikelila guna kepentingan para pemegang saham. Paradigma ini sangatlah sederhana, para manager (pengelola) bertanggung jawab kepada dewan komisaris dan dewan komisaris kepada pemegang saham. Erman Rajagukguk, Op. Cit.
[2]Ibid.
[3]“Pengertian dan Prinsip Dasar Good Corporate Governance (GCG)”, http://www.madani-ri.com/files/Bab%201%20GCG.doc, Diakses, 24 Agustus 2008
[4]Ibid
      [5]Lingkungan yang lebih luas dibentuk oleh aturan pendaftaran bursa efek sebagaimana pula sekumpulan undang-undang dan peraturan yang berkaitan dengan syarat pengungkapan dan standee pembukuan; penerbitan dan penjualan sekuritas; pembentukan perusahaan; pemilihan perwakilan dan hal pemilik saham; persaingan atas kontrl perusahaan; merjer dan akuisisi; kewajiban yang dipercayakan kepada para direktur, karyawan dan peegang saham mayoritas; pemenuhan isi kotak; hak kreditur dan kebangkrutan, hubungan buruh, praktik sector financial; kebiajakn pensiun dna pajak. Lingkungan pengelola perusahaan ditentukan oleh kualitas dan kemungkinan adanya penegak judisial dan peraturan dari undang-undang dan peraturan-peraturan, pemahaman umum dari kewarganegaraan perusahaan dan harapan masyarakat mengenai tujuan perusahaan, dan kompetisi produk, jasa dan pasar modal sebagaimana pula opasa untuk manajemen dan buruh serta pasar untuk control perusahaan.   
      [6]Para direktur umumnya diberi kuasa untuk melakukan tanggung jawab tertentu : menyewa, memberi kompensasi, memonitor dan mengganti pihak manajemen senior jika memang diperlukan, memberi nasihat manajemen mengenai stratyegi, rencana dan keputusan utama perusahaan; menyediakan pandangan strategis ke depan,, memastikan pemenuhan ketentuan perundang-undangan dan peraturan lainnya dan juga kesatuan dari laporan pembukuan dan keuangan, memperhatkan huungan antara perusahaan tersebut dengan public (stakeholders) dan masyarakat luas, dan mengorganisasikan struktur dan proses dewan.                                
                [7]Adam Smith, An Inquiry Into The Nature and Causes of The Walth of Nations, hlm. 264-265 (Edwin cannan, Ed. University of Chicago Press 1976); Adolph Berle & Gardine Means, The Modern Corporation & Private Property hlm. 123 (1932), Michael C Jensen & William . Mecling “Theory of The Firm, Managerial Behavior, Agency costs and Ownership structure, Journal of Financial Economics, hlm. 305, 309) (1976).   
      [8]Sebagia contoh, menurut King Report on Corporation Govermance, setidaknya ada dua non eksekutif yang harus bertugas dalam dewan dan direksi non eksekutif ini haruslah merupakan: Manajemen independent dan tidak (menerima) keuntungan bagaimanapun dari perusahaan selain pendapat (fee) mereka. In bukanlah dimaksudkan sebagai pengekslusian direksi non eksekutif, yang memiliki kontrak dengan perusahaan, untuk memperoleh penghargaan ataupun untuk mencegah mereka untuk memperoleh saham/bagian dalam perusahaan dengan cara independent di luar perusahaan, Direktur dan pengelola (manager) dari anak perusahaan tesebut, atau anak perusahaan investor mayoritas, yang tidak memiliki kewajiban eksekutif dalam perusahaan tersebut, mantan direktur eksekutif yang tidak lagi dipekerjakan secara penuh namun masih memiliki kemampuan untuk memberi masukan kepada dewan berdasarkan pengalaman mereka, direktur eksekutif senior dari anak cabang perusahaan yang tidak memiliki kewajiban eksekutif dalam ank cabang perusahaan tesebut. The Institute of Directors in South Africa, the King Report on Corporate Governance, ]] 2.2,4.2.1-4.2.4 (29 November 1994)
[9]Lihat Melbin A. Eisenberg” Cororate Conduct that Does Not Maximize Sharehholders Gain, hlm. 2,8 Stetson Law Review 1 (1998). 
[10]Indonesia, Undang-Undang No. 1 Thaun 1995 Tentang Perseroan Terbatas.
[11]Indonesia, Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas.
[12]Indonesia, Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas.pasal 110 UUPT
[13]Indonesia, Undang-Undang No. 1 Thaun 1995 Tentang Perseroan Terbatas.
[14]Indonesia, Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas.
[15]Indonesia, Undang-Undang No. 1 Thaun 1995 Tentang Perseroan Terbatas.,
[16]Indonesia, Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas.
[17]Indonesia, Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas.
[18]Indonesia, Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas.
[19]Indonesia, Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas.
[20]Indonesia, Undang-Undang No. 1 Thaun 1995 Tentang Perseroan Terbatas. pasal 1 butir (5).
[21]Indonesia, Undang-Undang No. 1 Thaun 1995 Tentang Perseroan Terbatas. pasal 1 butir (4).
[22]“Good Corporate Governance”, http://www.timah.com/p_gcg.asp?kat=profile, Diakses, 5 Agustus 2008
[23]Indonesia, Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Pasal 66
[24]Indonesia, Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Pasal 67 ayat (1)
[25]Indonesia, Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Pasal 67 ayat (2)
[26]Indonesia, Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Pasal 67 ayat (3)
[27]Indonesia, Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Pasal 66 ayat (3)
[28]Indonesia, Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Pasal 68 ayat (1)
[29]Indonesia, Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Pasal 68 ayat (2)
[30] Indonesia, Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Pasal 68 ayat (3)
[31]Indonesia, Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Pasal 68 ayat (4)
[32]Indonesia, Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Pasal 69 ayat (3)
[33]Indonesia, Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Pasal 69 ayat (4)
[34]Indonesia, Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Pasal 71
[35]Informasi atau fakta material adalah informasi atau fakta penting dan relevan mengenai peristiwa, kejadian, atau fakta yang dapat mempengaruhi harga efek pada bursa efek dan atau keputusan pemodal, calon pemodal, atau pihak lain yang berkepentingan atas informasi atau fakta tersebut. Indonesia, Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Pasal 1 angka (7)
[36]Indonesia, Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Pasal 75 ayat (1)
[37]Indonesia, Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Pasal 78 ayat (1)
[38]Ibid
[39]Ibid
[40]Indonesia, Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Pasal 79 ayat (1)
[41]Indonesia, Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Pasal 76
[42]Pasal 101 Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal menyebutkan bahwa dalam hal Bapepam berpendapat ada pelanggaran terhadap undang-undang yang mengakibatkan kerugian bagi kepentingan pasar modal dan atau membahayakan kepentingan pemodal atau masyarakat, Bapepam dapat melakukan tindakan penyidikan. Indonesia, Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal. Pasal 101.
[43]Dalam pasal 80 Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal dinyatakan bahwa jika pernyataan pendaftaran dalam rangka penawaran umum memuat informasi yang tidak benar tentang fakta material atau tidak memuat informasi tentang fakta material sesuai dengan ketentuan undang-undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya sehingga informasi dimaksud menyesatkan, maka: setiap pihak yang menandatangani pernyataan pendaftaran, direktur dan komisaris emiten pada waktu pernyataan pendaftaran menjadi efektif, penjamin pelaksana emisi efek dan profesi penunjang pasar modal atau pihak lain yang memberikan pendapat atau keterangan dan atas persetujuannya dimuat dalam pernyataan pendaftaran wajib bertanggung jawab, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama, atas kerugian yang timbul akibat perbuatan dimaksud. Pihak-pihak tersebut  hanya bertanggung jawab atas pendapat atau keterangan yang diberikannya. Kemudian, ketentuan tersebut tidak berlaku bagi penjamin pelaksana emisi efek apabila yang bersangkutan  dapat membuktikan bahwa dia telah bertindak secara profesional dan telah mengambil langkah-langkah yang cukup untuk memastikan bahwa pernyataan atau keterangan yang dimuat dalam pernyataan pendaftaran adalah benar; serta tidak ada fakta material yang diketahuinya yang tidak dimuat dalam pernyataan endaftaran yang diperlukan agar pernyataan pendaftaran tersebut tidak menyesatkan. Indonesia, Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Pasal 80
[44]Indonesia, Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Pasal 81
[45]Ibid
[46]“Langkah-Langkah Menuju Penerapan Good Corporate Governance”, http://fithrimarwati.wordpress.com/, Diakses, 5 Agustus 2008
[47]“Reformasi Corporate Governance (bag-3)”, http://www.madani-ri.com, Diakses, 5 Agustus 2008
[48]“Reformasi Corporate Governance (bag-4)”, http://www.madani-ri.com, Diakses, 5 Agustus 2008
[49]“Langkah-Langkah Menuju Penerapan Good Corporate Governance”, http://fithrimarwati.wordpress.com/, Diakses, 5 Agustus 2008

No comments:

Post a Comment