Saturday, November 27, 2010

TANGGUNG JAWAB HUKUM DIREKSI DALAM PENERAPAN GOOD CORPARATE GOVERNANCE (GCG) PADA PERSEROAN TERBATAS

Oleh : Suleman Batubara SH., MH

A.           Wewenang  dan  Tanggung  Jawab  Direksi Sebelum Perseroan Berbadan Hukum
1. Wewenang Direksi Dalam Perseroan
Dalam pasal 92 UUPT menyebutkan bahwa Direksi adalah organ perseroan yang berwenang untuk menjalankan pengurusan perseroan.[1] Oleh sebab itu, Direksi adalah pihak yang mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan.[2]
Kewenangan Direksi untuk mewakili perseroan sebagaimana disebutkan dalam pasal 98 UUPT tidak berlaku apabila; terjadi perkara di pengadilan antara Perseroan dengan anggota Direksi yang bersangkutan; atau anggota Direksi yang bersangkutan mempunyai benturan kepentingan dengan Perseroan.[3] Dalam keadaan yang demikian ini, pihak yang berhak mewakili perseroan adalah; anggota Direksi lainnya yang tidak mempunyai benturan kepentingan dengan Perseroan; Dewan Komisaris dalam hal seluruh anggota Direksi mempunyai benturan kepentingan dengan Perseroan; atau pihak lain yang ditunjuk oleh RUPS dalam hal seluruh anggota Direksi atau Dewan Komisaris mempunyai benturan kepentingan dengan Perseroan.[4]
Direksi dalam kapasitasnya sebagai pihak yang mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan dapat  dapat memberikan kuasa tertulis kepada 1 (satu) orang karyawan Perseroan atau lebih, atau kepada orang lain untuk dan atas nama Perseroan melakukan perbuatan hukum tertentu sebagaimana yang diuraikan dalam surat kuasa.[5] Namun, dalam hal perseroan jatuh pailit, Direksi tidak berwenang mengajukan permohonan pailit atas Perseroan sendiri kepada pengadilan niaga sebelum memperoleh persetujuan RUPS, dengan tidak mengurangi ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.[6]

B. Tanggung Jawab Direksi Dalam Perseroan
1. Direksi setelah Perseroan Berstatus Badan Hukum
Pasal 7 ayat (3) Undang-Undang Perseroan Terbatas yang baru menyatakan Perseroan memperoleh status badan hukum pada tanggal diterbitkannya Keputusan Menteri tentang Pengesahan Badan Hukum Perseroan.
Selanjutnya Pasal 14 ayat (1) menyatakan, perbuatan hukum atas nama Perseroan yang belum memperoleh status Badan Hukum, hanya boleh dilakukan oleh anggota Direksi bersama-sama pendiri, anggota Direksi lainnya, dan anggota Dewan Komisaris Perseroan, dan perbuatan hukum tersebut menjadi tanggung renteng semua pendiri, anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris. Sementara ayat (2) Pasal 14 ini selanjutnya menyatakan, dalam hal perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di atas, dilakukan oleh pendiri atas nama Perseroan yang belum memperoleh status badan hukum, maka perbuatan hukum tersebut menjadi tanggung jawab pendiri yang bersangkutan dan mengikat perseroan.
Undang-Undang Perseroan Terbatas yang baru, Pasal 30 ayat (1) menyatakan, Menteri mengumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia. Pengumuman yang dilakukan oleh Menteri tersebut harus terlaksana dalam 14 hari setelah keputusan Menteri lahir. Apabila ditelaah lebih jaun, tampaknya undang-undang yang baru ini menetapkan, bahwa setelah Perseroan Terbatas mendapatkan pengesahan sebagai badan hukum, Pemegang Saham, Komisaris, dan Direksi tidak bertanggung jawab pribadi. Tidak ada satu pasal pun yang menetapkan bagaimana tanggung jawab Pemegang Saham, Komisaris dan Direksi dalam periode setelah Akta Pendirian dan Anggaran Dasar mendapat pengesahan sebagai badan hukum sampai dengan perusahaan tersebut didaftarkan dan diumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia.
Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 yang lama, dalam Pasal 23 menyatakan, selama pendaftaran dan pengumuman belum dilakukan maka Direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas segala perbuatan hukum yang dilakukan. Ketentuan Pasal 23 Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 sama dengan Pasal 39 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD).
Dengan demikian, terlihat jelas bahwa tanggung Direksi adalah berbeda apabila status perseroannya juga berbeda. Dengan Kata lain, tanggung jawab Direksi terhadap perseroan yang belum memperoleh status badan hukum, berbeda dengan perseroan yang sudah berbadan hukum. Kemudian, perubahan Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 menjadi  Undang-Undang No. 40 Tahun 2007, dengan sendirinya merubah pertanggungjawaban Direksi pada perseroan sebelum berbadan hukum. Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1995, Direksi, Komisaris pendiri bertanggung jawab secara tanggung renteng terhadap kerugian akibat perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh salah Direksi, Komisaris dan atau pendiri sebelum perseroan berbadan hukum. Sementara menurut Undang-Undang No. 40 Tahun 2007, pihak yang bertanggung jawab terhadap kerugian yang ditimbulkan oleh perbuatan melawan hukum adalah pihak yang melakukan perbuatan melakukan hukum itu sendiri.

2. Tanggung Jawab Pribadi Direksi Perseroan Terbatas
Pasal 90 ayat (1) Undang-Undang Perseroan Terbatas yang baru, menyatakan Direksi menjalankan pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan. Pasal 95 ayat (1) menyatakan, Direksi bertanggung jawab atas pengurusan Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 ayat (1) tersebut di atas. Kemudian, ayat (2) pasal ini menyatakan, pengurusan sebagaimana dimaksud pada pasal 95 ayat (1), wajib dilaksanakan setiap anggota Direksi dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab. Selanjutnya ayat (3) menyebutkan, setiap anggota Direksi bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian Perseroan, apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2). Dalam hal Direksi terdiri dari 2 (dua) anggota Direksi atau lebih, maka tanggung jawab tersebut berlaku secara tanggung renteng bagi setiap anggota Direksi (ayat 4).
Pasal 95 ayat (5) menyatakan anggota Direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian Perseroan, apabila dapat membuktikan :
a.             kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;
b.            telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan;
c.             tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan
d.            telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.

Pasal 90 ayat (3) menyatakan, seseorang anggota Direksi bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian perseroan, apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya. Ia tidak menjalankan perseroan dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab (ayat 2). Bunyi Pasal 90 ayat (2) sama dengan bunyi Pasal 85 ayat (1) Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. Kemudian, Pasal 95 ayat (3) Undang-Undang Perseroan Terbatas yang baru sama dengan Pasal 85 ayat (2) Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 yang lama.
Jika melihat kebelakang, Pasal 45 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) menyatakan, bahwa tanggung jawab pengurus adalah tak lebih dari pada menunaikan tugas yang diberikan kepada mereka dengan sebaik-baiknya. Mereka pun karena segala perikatan dari perseroan, dengan diri sendiri tidak terikat kepada pihak ketiga. Oleh karena itu, apabila mereka melanggar suatu ketentuan dalam Akta, atau tentang perubahan yang kemudian diadakan mengenai syarat-syarat pendirian, maka atas kerugian yang karenanya telah diderita oleh pihak ketiga, mereka itu masing-masing dengan diri sendiri bertanggung jawab untuk seluruhnya.
Pasal 90 ayat (1) Undang-Undang Perseroan Terbatas yang baru, menyatakan Direksi menjalankan pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan. Kemudian, ayat (2) pasal ini selanjutnya menyatakan, Direksi berwenang menjalankan pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan kebijakan yang dipandangnya tepat, dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas ini dan/atau Anggaran Dasar.
Dalam kaitannya dengan tanggung jawab Direksi ini,  Pasal 95 ayat (1) menyatakan, Direksi bertanggung jawab atas pengurusan Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 ayat (1). Kemudian, ayat (2) menyebutkan, pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib dilaksanakan setiap anggota Direksi dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab. Selanjutnya ayat (3) menentukan, bahwa setiap anggota Direksi bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian Perseroan, apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Ketentuan Undang-Undang Perseroan Terbatas seperti diuraikan di atas pada prinsipnya sama dengan Pasal 85 Undang-Undang No. 1 Tahun 1995. Pasal 85 ayat (1) berbunyi: “Setiap anggota Direksi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha perseroan”. Ayat (2) pasal ini menyatakan,  setiap anggota Direksi bertanggungjawab penuh secara pribadi apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). Oleh karena itu, undang-undang Perseroan Terbatas yang baru lebih jelas mengenai tanggung jawab Direksi atas perbuatannya yang tidak mendapat persetujuan Komisaris, padahal persetujuan tersebut diwajibkan oleh Anggaran Dasar Perseroan. 
Direksi dalam kedudukannya sebagai organ perseroan yang bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan angaran dasar.[7] Dalam kedudukannya ini, pada prinsipnya Direksi bertugas menjalankan dan mengelola perseroan. Untuk membantu Direksi dalam melakukan tugasnya, berdasarkan prosedur yang ditetapkan oleh Direksi, Direksi dapat meminta nasihat dari pihak ketiga atau membentuk komite khusus.
            Setiap anggota Direksi haruslah merupakan seseorang yang mempunyai karakter yang baik dan pengalaman yang diperlukan.[8] Direksi mengurus saham, Direksi akan menjalankan tanggung jawab sosial perseroan (misalnya bertindak sebagai warga yang baik di negara-negara dimana perseroan mejalankan usahanya) dan memperhatikan kepentingan berbagai pihak yang mempunyai kepentingan terhadap perseroan.
            Direksi sebagai organ perseroan yang bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan, seorang Direksi harus bertindak untuk kepentingan perseroan secara konsisten mengembangkan keterikatan perseroan terhadap pedoman pengelolaan perusahaan yang baik dan manfaatnya terhadap perseroan secara keseluruhan.
            Untuk memfungsikan Direksi dalam suatu perusahaan, komposisi Direksi haruslah sedemikian rupa sehingga memungkinkan pembuatan keputusan yang efektif dan cepat. Sekurang-kurangnya 20% anggota Komisaris haruslah merupakan orang luar untuk meningkatkan (a) efektifitas perannya sebagai pengelola, dan (b) transparansi musyawarah yang dilakukan oleh Direksi.
            Jumlah Direksi yang merupakan orang luar pada akhirnya haruslah sedemikian rupa, sehingga suara yang mereka berikan mempunyai pengaruh terhadap segala keputusan penting yang diambil pada setiap Rapat Direksi. Direksi yang merupakan  orang luar tidak boleh mempuyai ikatan dengan Komisaris dan pemegang saham yang mempunyai kontrol atas perseroan dan tidak mempunyai kepentingan yang dapat mengurangi kemampuan mereka untuk menjalankan tugas mereka dengan tanpa berpihak untuk kepentingan perseroan.
            Oleh sebab itu, semestinya angota Direksi perseroan terbuka sekurangnya terdiri dari 2 (dua) orang. Direksi selaku organ perusahaan dalam menjalankan tugas dan wewenangnya harus mematuhi segala undang-undang dan peraturan yang berkekuatan huum serta Anggaran Dasar perseroan dalam menjalankan tugas-tugasnya.
            Dalam kaitanya dengan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan ini, seorang Direksi harus menjalankan tugas-tugasnya dengan maksud baik dan penuh tanggung jawab untuk kepentingan perseroan. Setiap anggota Direksi bertanggung jawab secara pribadi atas segala kesalahan atau kelalaian dalam menjalankan tugasnya.
            Direksi dalam pengertian ini sudah selayaknya apabila  menyimpan buku-buku perseroan, menyiapkan dan menyerahkan Laporan Tahunan dan laporan keuangan tahunan kepada RUPS Tahunan serta membuat dan menyimpan daftar pemegang saham dan notulen RUPS. Berdasarkan Pasal 87 UUPT, seorang anggota Direksi harus mengungkapkan kepada perseroan segala kepemilikan sahamnya atau anggota keluarganya dalam perseroan atau dalam perseroan lainnya. Seorang anggota Direksi yang memiliki saham dalam perusahaan-perusahaan dimaksud harus melaporkan kepemilikan sahamnya kepada Bapepam.
Dalam  Peraturan Nomor IX.I.6 IV-1 Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Nomor: Kep- 45/PM/2004 Tentang Direksi Dan Komisaris Emiten Dan Perusahaan Publik Ketua Badan Pengawas Pasar Modal, Calon anggota direksi dan komisaris wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut;[9]

a.             mempunyai akhlak dan moral yang baik;
b.            mampu melaksanakan perbuatan hukum;
c.             tidak pernah dinyatakan pailit atau menjadi anggota direksi atau komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perusahaan dinyatakan pailit dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatan; dan
d.            tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana di bidang keuangan dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatan.
e.             Persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan angka 1 peraturan ini wajib dipenuhi selama masa jabatan anggota direksi dan komisaris.
f.              Anggota direksi dan atau komisaris dilarang baik langsung maupun tidak langsung membuat pernyataan tidak benar mengenai fakta yang material atau tidak mengungkapkan fakta yang material agar pernyataan yang dibuat tidak menyesatkan mengenai keadaan Emiten atau Perusahaan Publik yang terjadi pada saat pernyataan dibuat.
g.             Anggota direksi dan atau komisaris bertanggungjawab secara sendiri-sendiri maupun tanggung renteng atas kerugian pihak lain sebagai akibat pelanggaran terhadap ketentuan angka 3 peraturan ini.
h.             Anggota direksi dan atau komisaris tidak dapat dimintai pertanggungjawaban secara sendiri-sendiri maupun tanggung renteng atas ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 4 peraturan ini, apabila anggota direksi dan atau komisaris yang bersangkutan telah cukup berhati-hati dalam menentukan bahwa pernyataan tersebut adalah benar dan tidak menyesatkan.
i.               Dengan tidak mengurangi ketentuan pidana di bidang Pasar Modal, Bapepam berwenang mengenakan sanksi terhadap setiap pelanggaran keten tuan peraturan ini, termasuk pihak-pihak yang menyebabkan terjadinya pelanggaran tersebut.

5. Tanggung jawab Direksi Dalam Perseroan
Dalam pasal 92 UUPT menyebutkan bahwa Direksi dalam menjalankan perseroan harus berpegang teguh pada kepentingan perseroan serta sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan.[10] Selengkapnya pasal ini berbunyi sebagai berikut;[11]

(1)               Direksi menjalankan pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan.
(2)               Direksi berwenang menjalankan pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan kebijakan yang dipandang tepat, dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar.
(3)               Direksi Perseroan terdiri atas 1 (satu) orang anggota Direksi atau lebih.
(4)               Perseroan yang kegiatan usahanya berkaitan dengan menghimpun dan/atau mengelola dana masyarakat, Perseroan yang menerbitkan surat pengakuan utang kepada masyarakat, atau Perseroan Terbuka wajib mempunyai paling sedikit 2 (dua) orang anggota Direksi.
(5)               Dalam hal Direksi terdiri atas 2 (dua) anggota Direksi atau lebih, pembagian tugas dan wewenang pengurusan di antara anggota Direksi ditetapkan berdasarkan keputusan RUPS.
(6)               Dalam hal RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak menetapkan, pembagian tugas dan wewenang anggota Direksi ditetapkan berdasarkan keputusan Direksi.

Pertanggungjawaban Direksi ini selanjutnya diatur dalam pasal 97 UUPT. Selengkapnya pasal ini berbunyi;

1)      Direksi bertanggung jawab atas pengurusan Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 ayat (1).
2)      Pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib dilaksanakan setiap anggota Direksi dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab.
3)      Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
4)      Dalam hal Direksi terdiri atas 2 (dua) anggota Direksi atau lebih, tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku secara tanggung renteng bagi setiap anggota Direksi.
5)      Anggota Direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) apabila dapat membuktikan:
a.             kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;
b.            telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;
c.             tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan
d.            telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.
6)      Atas nama Perseroan, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara dapat mengajukan gugatan melalui pengadilan negeri terhadap anggota Direksi yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada Perseroan.
7)      Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak mengurangi hak anggota Direksi lain dan/atau anggota Dewan Komisaris untuk mengajukan gugatan atas nama Perseroan.

Dari rumusan pasal 92 UUPT ini, dapat disebutkan bahwa antara perseroan yang kegiatan usahanya berkaitan dengan menghimpun dan/atau mengelola dana masyarakat, perseroan yang menerbitkan surat pengakuan utang kepada masyarakat, atau perseroan terbuka wajib mempunyai paling sedikit dua orang Direksi.  Dengan kata lain, kuantitas Direksi dalam perseroan terbuka, dan perseroan yang kegiatan usahanya berkaitan dengan menghimpun dan/atau mengelola dana masyarakat, perseroan yang menerbitkan surat pengakuan utang kepada masyarakat berbeda dengan kuantitas Direksi dalam perseroan tertutup.
Dalam pasal 93 UUPT disebutkan bahwa, seseorang tidak dapat diangkat menjadi Direksi apabila; dinyatakan pailit, menjadi anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu Perseroan dinyatakan pailit, atau dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara dan/atau yang berkaitan dengan sektor keuangan.[12]

(1)         Perbuatan hukum yang telah dilakukan untuk dan atas nama Perseroan oleh anggota Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebelum pengangkatannya batal, tetap mengikat dan menjadi tanggung jawab Perseroan.
(2)         Perbuatan hukum yang dilakukan untuk dan atas nama Perseroan oleh anggota Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah pengangkatannya batal, adalah tidak sah dan menjadi tanggung jawab pribadi anggota Direksi yang bersangkutan.
(3)         Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak mengurangi tanggung jawab anggota Direksi yang bersangkutan terhadap kerugian Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 dan Pasal 104.

Pertanggungjawaban Direksi ini selanjutnya diatur dalam pasal 97 UUPT. Selengkapnya pasal ini berbunyi;

1)      Direksi bertanggung jawab atas pengurusan Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 ayat (1).
2)      Pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib dilaksanakan setiap anggota Direksi dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab.
3)      Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
4)      Dalam hal Direksi terdiri atas 2 (dua) anggota Direksi atau lebih, tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku secara tanggung renteng bagi setiap anggota Direksi.
5)      Anggota Direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) apabila dapat membuktikan:
e.             kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;
f.              telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;
g.             tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan
h.             telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.

Direksi dalam tanggungnya sebegai pengurus dalam suatu perseroan berkewajiban untuk, membuat daftar pemegang saham, daftar khusus, risalah RUPS, dan risalah rapat Direksi, membuat laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 dan dokumen keuangan Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Dokumen Perusahaan; dan memelihara seluruh daftar, risalah, dan dokumen keuangan Perseroan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b dan dokumen Perseroan lainnya.
Dalam kaitannya dengan tanggung jawab Direksi ini, pasal 101 menyebutkan bahwa; anggota direksi wajib melaporkan kepada perseroan mengenai saham yang dimiliki anggota Direksi yang bersangkutan dan/atau keluarganya dalam Perseroan dan Perseroan lain untuk selanjutnya dicatat dalam daftar khusus. Kepada anggota Direksi yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud di atas, menimbulkan kerugian bagi Perseroan, bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian Perseroan tersebut.[13]
            Dalam kaitannya dengan RUPS, Direksi wajib meminta persetujuan RUPS untuk; mengalihkan kekayaan Perseroan atau menjadikan jaminan utang kekayaan Perseroan; yang merupakan lebih dari 50% (lima puluh persen) jumlah kekayaan bersih Perseroan dalam 1 (satu) transaksi atau lebih, baik yang berkaitan satu sama lain maupun tidak. Perbuatan hukum sebagaimana dimaksud apabila dilakukan tanpa persetujuan RUPS, tetap mengikat Perseroan sepanjang pihak lain dalam perbuatan hukum tersebut beritikad baik.[14]
Dalam pasal 1 angka (4) Undang-Undang No. 47 Tahun 2007 disebutkan bahwa, Direksi adalah organ perseroan yang bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar.[15] Dari pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa kewenangan yang dimiliki oleh Direksi dalam suatu perseroan sangat besar. Kondisi ini, sangat memungkinkan seorang Direksi menyalahgunakan kewenangan yang dimilikinya tersebut. Oleh karena itu, undang-undang yang bersangkutan berusaha untuk mengantisipasi keadaan ini. Adapun upaya-upaya yang dilakukan oleh undang-undang tersebut dapat dilihat dari pasal-pasal tersebut di bawah ini;
Pertama, pasal 82 Undang-Undang No. 47 Tahun 2007 menentukan bahwa Direksi sebagai pihak yang mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan, harus senantiasa memperjuangkan kepentingan dan tujuan dari pada perseroan.
Oleh karena itu, secara a contrario, pengurusan Direksi yang tidak atau bertentangan dengan kepentingan dan atau tujuan perseroan, terhadapnya dapat dimintakan pertanggungjawaban. Dengan kata lain, stakeholders dapat menuntut Direksi, apabila dapat dibuktikan bahwa, pengurusan yang dilakukannya tidak sesuai atau bertentangan dengan kepentingan dan atau tujuan dari perseroan yang bersangkutan. Hal dipertegas kembali oleh pasal 82 undang-undang yang sama.[16]
Kedua, pasal 79 ayat (2) yang menentukan bahwa, terhadap perseroan yang bidang usahanya mengerahkan dana dari masyarakat, menerbitkan surat pengakuan utang dan Perseroan Tbk, wajib mempunyai paling sedikit anggota Direksi.[17] Ditentukannya jumlah minimal anggota Direksi terhadap perusahaan-perusahaan sebagaimana disebutkan di atas, apabila dicermati lebih jauh, ketentuan tersebut ditujukan untuk mencegah terjadinya penyelewengan atau penyalahgunaan dari pada Direksi dalam melakukan pengurusannya. Komposisi Direksi tersebut, diharapkan lebih menjamin pengurusan yang dilakukan oleh Direksi tersebut sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan. Sehingga kepentingan perseroan juga stakeholders dapat terakomodasi.
Ketiga, pasal 79 ayat (3) yang menentukan bahwa, orang yang dapat diangkat menjadi anggota Direksi adalah orang perserorang yang cakap melakukan perbuatan hukum, tidak pernah dinyatakan pailit, atau yang menyebabkan suatu perseroan jatuh pailit, atau orang yang pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara.[18] Pasal ini juga ditujukan agar Direksi dalam menjalankan tugas dan wewenangnya sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan. Dengan kata lain, seseorang yang tidak cakap melakukan perbuatan hukum, pernah dinyatakan pailit dan atau yang menyebabkan suatu perseroan jatuh pailit serta pernah dihukum karena melakukan tindak pidana maupun perdata,[19] dapat diasumsikan bahwa orang-orang tersebut secara moral kurang mempunyai integritas. Oleh karenanya, orang-orang tersebut dirasakan tidak akan dapat menjalankan pengurusan suatu perseroan. Oleh sebab itu, merupakan hal yang wajar apabila mereka dilarang atau dianggap tidak layak untuk menjadi salah satu anggota Direksi.
Keempat, pasal 84, yang menentukan ketidakwenangan Direksi mewakili perseroan dalam hal terjadi perkara di depan pengadilan, antara perseroan dengan anggota Direksi yang bersangkutan, atau anggota Direksi yang bersangkutan mempunyai kepentingan yang bertentangan dengan kepentingan perseroan.[20] Ketentuan ini, dimaksudkan agar dalam penyelesaian permasalahan atau sengketa tersebut, dapat menjamin kepentingan perseroan bukan Direksi yang bersangkutan. Merupakan hal yang tidak wajar, apabila Direksi sebagai pihak yang berperkara  atau yang mempunyai kepentingan yang bertentangan dengan perseroan, mewakili perseroan yang bersangkutan. Jadi pengecualian kepengurusan Direksi dalam pasal ini, ditujukan untuk menjamin terwujudnya tujuan dan kepentingan perseroan yang bersangkutan.
Kelima, pasal 85 ayat (1) undang-undang yang sama. Dalam pasal ini ditentukan bahwa Direksi dalam menjalankan kepentingan dan usaha perseroan wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab.[21] Kemudian ayat (2) dari pasal yang sama menyebutkan bahwa, Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi apabila dia bersalah atau lalai dalam menjalankan tugasnya.[22] Dari bunyi pasal 85 ini, dapat dipastikan bahwa, seorang Direksi harus senantiasa dengan itikad dalam menjalankan tugas dan wewenangnya. Konsekuensi dari tidak adanya itikad baik dari seoarang Direksi dalam menjalankan perseroan, kepadanya dapat dimintakan pertanggungjawaban secara pribadi atas kerugian yang ditimbulkan. Pertanggungjawaban secara penuh secara pribadi juga dapat dimintakan kepada Direksi, apabila yang bersangkutan dapat dibuktikan  melakukan kesalahan dan atau kelalaian dalam pengurusannya. Dari makna pasal 85 undang-undang perseroan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa hal tersebut ditujukuan untuk menjamin terwujudnya kepentingan dan tujuan perseroan serta hak-hak dari pada stakeholders-nya.
Kemudian, pasal 87 undang-undang yang sama, disebutkan bahwa, anggota Direksi wajib melaporkan kepada perseroan mengenai kepemilikan sahamnya dan atau keluarganya dalam perseroan yang bersangkutan.[23] Hal ini ditujukan untuk menghindari terjadinya terabaikannya kepentingan perseroan. Dengan kata lain, adanya kepemilikan saham Direksi atau keluarganya dalam perseroan yang bersangkutan, tidak menutup kemungkinan bahwa kepengurusan perseroan yang dilakukan akan mengutamakan kepentingannya ataupun kelurganya. Oleh karena itu, undang-undang perseroan  ini secara preventif mencegah terjadinya hal yang demikian. Dengan cara seperti ini, diharapkan kepentingan perseroan juga para stakeholders senantiasa terjamin.
Selanjutnya, pasal 88 undang-undang bersangkutan, mensyaratkan bahwa seorang Direksi wajib meminta persetujuan RUPS untuk mengalihkan atau menjadikan jaminan utang seluruh atau sebagian besar kekayaan perseroan.[24] Dari pasal ini, dipastikan bahwa pasal ini ditujukan untuk menghindari terjadinya penyalahgunaan asseta atau harta kekayaan perseroan, karena hal tersebut jelas merugikan perseroan, stakeholders juda para kreditur perseroan.
Uraian tentang Direksi tersebut di atas, apabila dihubungkan dengan proses pengangkatan Direksi yaitu melalui RUPS, dapat dikatakan bahwa Direksi yang diangkat tersebut adalah reprentasi dari pemegang saham mayoritas. Dikatakan demikian, karena seperti telah diuraikan pada bab-bab terdahulu bahwa, prinsip pengambilan keputusan dalam RUPS didasarkan pada jumlah suara atau prinsip satu saham satu suara. Kondisi ini memposisikan pemegang saham mayoritas dalam posisi yang kuat, sehubungan dengan pengangkatan Direksi dalam perseroan bersangkutan.
Proses pengangkatan Direksi tersebut, apabila dihubungkan dengan transaksi benturan kepentingan dan peranan Direksi dalam suatu perseroan, yaitu sebagai pihak yang secara faktual mengurus dan mewakili perseroan, sangat terbuka kemungkinan bahwa kewenangan Direksi tersebut akan digunakan untuk kepentingan pemegang saham mayoritas bukan perseroan ataupun pemegang saham minoritas. Dikatakan demikian, karena dilihat dari proses pengangkatan Direksi yang didasarkan pada perolehan jumlah saham, sudah barang tentu keputusan pengangkatan Direksi tersebut berada di tangan pemegang saham mayoritas bukan minoritas atau publik. Oleh karenanya Direksi yang diangkat adalah identik dengan pemegang saham mayoritas. Dengan kata lain, kepentingan Direksi, sangat identik dengan kepentingan pemegang saham mayoritas.
Melihat kenyataan tersebut di atas, sudah merupakan suatu keharusan untuk menyamakan hak para pemegang saham dalam pengangkatan Direksi. Melalui pemberian hak yang sama tersebut, diharapkan kepentingan perseroan dan juga para stakeholders dari perseroan yang bersangkutan dapat terakomodasi secara keseluruhan. Sehingga apa yang menjadi tujuan dari Undang-Undang No. 47 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas juga Peraturan Bapepam No. IX.E.1 sebagaimana diuraikan di atas dapat tercapai.


C.  Penerapan Prinsip-Prinsip  Good Corporate  Governance (GCG) Dalam
      Perusahaan.
1. Penerapan Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance Dalam Perseroan
Perseroan dalam melakukan transaksi bisnisnya harus memenuhi prinsip-prinsip dasar dari good corporate governance. Oleh sebab itu, sudah hal yang selayaknya setiap perusahaan harus memastikan bahwa prinsip-prinsip good corporate governance  telah diterapkan pada setiap aspek bisnis di semua jajaran perusahaan agar tujuan utama dari perusahaan dapat tercapai.
Dalam penerapan good corporate governance, suatu perusahaan berkewajiban mematuhi peraturan perundang-undangan, serta melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungannya sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai good corporate citizen. Salah satu contoh atas kewajiban perusahaan untuk tetap mematuhi peraturan perundang-undangan dalam rangka penerapan good corporate governance ini adalah penerapan dan pelaksanaan hak dan kewajiban para stakeholders harus sesuai dengan kapasitas dan otoritasnya masing-masing.
             Penerapan good corporate governance mempromosikan penggunaan sumber daya secara efisien baik dalam perusahaan dan sistem ekonomi yang lebih besar. Saat sistem pengelolaan perusahaan telah efektif, hutang dan modal ekuitas (equity capital) harus mengalir kepada perusahaan-perusahaan yang mampu menginvestasikannya dengan cara yang paling efisien, guna memproduksi barang dan jasa yang paling dibutuhkan dengan tingkat pengembalian modal yang tinggi. Dengan itu, diharapkan pengelolaan yang efektif akan memungkinkan penggantian atas pengelolaan yang menggunakan sumber daya langka secara efektif, atau yang inkompeten atau yang paling ekstrim, menyalahgunakan aset perusahaan.[25]
             Salah satu prinsip dari good corporate governance dalam kaitannya dengan informasi adalah perusahaan harus menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan pemangku kepentingan lainnya. Oleh sebab itu good corporate governance salah satunya diperlukan untuk mendorong terciptanya transparansi dan konsistensi dalam menerapkan peraturan perundang-undangan.
Penerapan good corporate governance dalam suatu perusahaan, paling tidak perlu didukung oleh empat pilar yang saling berhubungan yaitu;
1.      Negara dan perangkatnya menciptakan peraturan perundang-undangan yang menunjang iklim usaha yang sehat, efisien dan transparan.
2.      Negara sebagai pelaku semestinya tetap melaksanakan peraturan perundang-undangan dan penegakan hukum secara konsisten (consistent law enforcement);
3.      Dunia usaha sebagai pelaku pasar menerapkan good corporate governance sebagai pedoman dasar pelaksanaan usaha; dan
4.      Masyarakat sebagai pengguna produk dan jasa dunia usaha serta pihak yang terkena dampak dari keberadaan perusahaan, menunjukkan kepedulian dan melakukan kontrol sosial (social control) secara obyektif dan bertanggung jawab.

2.            Pedoman Pelaksanaan Good Corporate Governance Dalam   Perseroan
            Pengelolaan perusahaan yang baik pada awalnya terkait dengan perseroan terbuka. Dalam undang-undang mengenai perseroan terbatas, perseroan terbuka didefinisikan sebagai perseroan yang modal dan jumlah pemegang sahamnya memenuhi kriteria tertentu, atau suatu perseroan yang telah melakukan penawaran umum sesuai dengan peraturan yang berlaku dalam pasar modal. Untuk rincian yang lebih khusus, kita harus mengacu pada definisi perseroan terbuka dalam Undang-undang mengenai pasar modal yang memberikan arti sebagai berikut “Suatu perseroan terbuka adalah suatu prseroan yang sahamnya dimiliki oleh sekurangnya 300 orang dan yang modal disetornya sekurangnya berjumlah Rp. 3.000.000.000,- atau yang jumlah pemegang saham dan modal disetornya adalah sebagaimana ditentukan dalam peraturan pemerintah.

D. Peranan Direksi Dalam Pengambilan Keputusan RUPS Menurut Good  
     Corporate Governance Dalam Perseroan
Secara umum RUPS terbagi dua yaitu, RUPS tahunan dan RUPS lainnya. RUPS tahunan, diadakan dalam waktu paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku, dan dalam RUPS tahunan tersebut harus diajukan semua dokumen perseroan. Sedangkan, RUPS lainnya dapat diadakan sewaktu-waktu berdasarkan kebutuhan, seperti RUPS Luar Biasa.
Organ perseroan adalah RUPS, Direksi, dan Komisaris. Rapat Umum Pemegang Saham atau RUPS adalah organ perseroan yang memegang kekuasan tertinggi dalam perseroan dan memegang segala wewenang yang tidak diserahkan kepada Direksi dan Komisaris. RUPS sebagai organ tertinggi perusahaan mempunyai segala wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Komisaris dalam batas yang ditentukan  Anggaran Dasar dan undang-undang serta ketentuan lainnya. Selain hak tersebut, RUPS juga berhak untuk memperoleh segala keterangan yang berkaitan dengan kepentingan perseroan dari Direksi dan Komisaris.
Adapun tempat kedudukan dan tempat RUPS diadakan Secara umum suatu RUPS diadakan di tempat dimana kedudukan kantor pusatnya berada atau tempat perseroan melakukan kegiatan usahanya kecuali ditentukan lain dalam Anggaran Dasar, namun tempat ini tetap harus di dalam wilayah negara Republik Indonesia.



1. Penyelenggaraan RUPS
      Direksi sebagai organ perseroan yang bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar, berhak menyelenggarakan RUPS. RUPS dilakukan dalam rangka meminta pertanggungjawaban kepada Direksi selaku organ yang menjalankan perusahaan.
Direksi, dalam kapasitasnya sebagai organ yang menjalankan perusahaan berwenang menyelenggarakan RUPS lainnya di luar RUPS tahunan. RUPS selain atas kemauan Direksi dapat juga diselenggarakan atas permintaan satu pemegang saham atau lebih yang bersama-sama mewakili 1/10 dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah, atau suatu jumlah yang leih kecil sebagaimana ditentukan dalam Anggaran Dasar perseroan yang bersangkutan. Permintaan tersebut diajukan kepada Direksi atau Komisaris dengan surat tercatat disertai alsannya.RUPS sepeti itu hanya dapat membicarakan masalah yang berkaitan dengan alasan yang diajukan tersebut.

2. Pemanggilan RUPS
Untuk menyelenggarakan RUPS Direksi melakukan pemanggilan kepada pemegang saham. Dalam hal-hal tertentu yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar, pemanggilan RUPS dapat dilakukan oleh Komisaris. Pemanggilan RUPS adalah kewajiban Direksi. Namun, dalam hal Direksi berhalangan atau terdapat pertentangan kepentingan antara Direksi dan Perseroan, pemanggilan RUPS dapat dilakukan oleh Komisaris.
Pemanggilan RUPS dilakukan dengan surat tercatat paling lambat empat belas hari sebelum RUPS diadakan. Maksudnya untu memastikan penggilan tersebu telah dilakukan dan ditujukan ke almat pemegang saham. Pemaggilan RUPS untuk Perseroan Terbuka dilakukan dalam dua surat kabar harian. Dalam pemanggilan RUPS ini, dicantumkan tanggal, waktu, tempat, dan acara disertai pemberitahuan bahwa bahan yag akan dibicarakan dalam RUPS tersedia di kantor perseroan mulai hari dilakukan pemanggilan RUPS sampai dengan hari RUPS diadakan dan perseroan wajib memberikan salinan bahan yang akan dibicarakan kepada pemegang saham secara cuma-cuma. Dalam hal waktu dan  cara pemanggilan tidak sesuai dengan ketentuan, keputusan tetap sah apabila RUPS dhadiri oleh seluruh pemegang saham dengan hak suara yang sah dan disetujui dengan suara bulat.
Perseroan Terbuka sebelum melakukan pemanggilan RUPS,  wajib didahului  dengan pengumuman dalam dua surat kabar harian dengan maksud memberi usul kepada Direksi agar menambah acara RUPS dan pengumuman tesebut dilakukan paling lambat empat belas hari sebelum pemanggilan RUPS.

3. Kuasa Menghadiri RUPS
Pemegang saham dengan hak suara yang sah baik sendiri maupun dengan kuasa tertulis berhak menghadiri RUPS dan menggunakan hak suaranya. Dalam pemungutan suara, anggota Direksi, anggota Komisaris, dan karyawan perseroan yang bersangkutan dilarang betindak sebagai kuasa dari pemegang saham tersebut di atas.

4. Hak Suara dalam RUPS
Setiap saham yang dikeluarkan mempunyai satu hak suara kecuali Anggaran Dasar menentukan lain. Sejalan dengan ketentuan mengenai saham, perseroan dapat mengeluarkan satu atau lebih klasifikasi saham. Kebebasan menerbitkan saham dalam beberapa klasifikasi memberi kemungkinan diberikan atau tidaknya hak suara pada saham ang diterbitkan, termasuk dalam hal ini variasi dari hak suara itu sendiri. Dalam hal Anggaran Dasar tidak menentukan lain mengenai hal tersebut, maka dapat dianggap bahwa setiap saham yang dikeluarkan mempunyai satu hak suara sebagaimana diatur dalam UUPT.
            Saham perseroan yang dimiliki oleh perseroan itu sendiri tidak mempunyai hak suara. Dengan keentuan ini, saham perseroan yang dimiliki oleh perseroan tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung, tidak mempunyai hak suara dan tidak dihitung dalam penentuan kuorum. Saham untuk perusahaan yang dimiliki oleh anak perusahaannya juga tidak mempunyai hak suara.

5. Kuorum untuk RUPS
RUPS dapat dilangsungkan apabila dihadiri oleh pemegang saham yang mewakili lebih dari setengah bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah kecuali UUPT dan atau Anggaran Dasar menentukan lain. Penyimpangan atas ketentuan tersebut hanya dalam hal yang ditentukan UUPT yaitu;
1.      Dalam hal kourum sebagaimana dimaksud tersebut dia atas tidak tercapai, maka diadakan pemanggilan RUPS kedua. Karena panggilan RUPS ini sebagai akibat dari tidak tercapainya kuorum dalam RUPS pertama, acara  RUPS kedua harus sama seperti acara RUPS pertama dan pemanggilan harus dilakukan paling lambat tujuh hari sebelum RUPS kedua diselenggarakan.
2.      RUPS kedua diselenggarakan paling ceat sepuluh hari  dan paling lambat 21 hari dari RUPS pertama. RUPS kedua sah dan berhak mengambil keputusan apabila dihadiri oleh pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/3 bagian dari jumlah seluruh saham yang mewakili paling sedikit 1/3 bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah. Apabila kuorum RUPS kedua tidak tercapai atas permohonan perseroan, kuorum ditetapkan oleh Ketua Pengasilan Negeri. Bila Ketua Pengadilan Negeri berhalangan, penetapan dilakukan oelh pejabat lain yang mewakili ketua.

6. Keputusan RUPS
Keputusan RUPS diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat. Bila hal tersebut tidak tercapai, keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak biasa dari jumlah suara yang dikeluarkan secara sah kecuali UUPT dan atau Angaran Dasar menentukan lain.

7. Rapat Umum Pemegang Saham
            RUPS merupakan organ perseroan terbatas yang tertinggi dimana organ ini mempunyai hak dan kewenangan yang tidak dimiliki oleh direksi dan komisaris. RUPS ini dibagi dalam dua macam yaitu RUPS Tahunan dan RUPS Luar Biasa. Kedua RUPS tersebut harus dilakukan sesuai dengan ketentuan anggara dasar perseroan dan Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diubah dengan Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (UUPT Perubahan).
            Terkait dengan persetujuan dalam transaksi benturan kepentingan, Di Italia, apabila Direksi memiliki perbedaan kepentingan ekonomis pribadi dengan pihak perusahaan karena posisinya terkait dengan pemegang saham mayoritas, maka transaksi yang dilakukan oleh perusahaan dapat dimintakan pembatalan berdasarkan prinsip-prinsip umum agency law. Hal yang sama juga berlaku apabila rapat dewan dalam memutuskan transaksi benturan kepentingan tidak mengikutsertakan anggota Direksi yang memiliki kepentingan ekonomis pribadi baik langsung maupun tidak langsung yang dapat merugikan perusahaan. Apabila kerugian dialami oleh perusahaan, maka hanya perusahaan yang bersangkutan yang dapat mengajukan gugatan ke pengadilan. Pertama, gugatan yang diajukan untuk menghindari kewajiban yang harus ditanggung perusahaan, misalnya perusahaan yang berada dalam posisi sebagai penanggung dan tipe kedua dalam konteks kepailitan dimana kurator perusahaan mengajukan gugatan untuk menghindari klaim dari pihak ketiga.[26]
            Di Prancis, transaksi benturan kepentingan dapat dimintakan pembatalan apabila tidak disetujui terlebih dahulu oleh rapat Direksi atau apabila pemegang saham atau anggota Direksi yang memiliki benturan kepentingan menggunakan hak suara dalam rapat Direksi. Pemegang saham atau perusahaan yang bersangkutan dapat mengajukan gugatan atas kerugian yang ditimbulkan dalam transaksi tersebut. Berdasarkan prinsip agency law yang berlaku di Negara Jerman, transaksi benturan kepentingan dapat dibatalkan jika Direksi sebagai agen dari pemegang saham menggunakan kewenangannya untuk kepentingan ekonomis pribadi dengan cara berkolusi dengan pihak ketiga yang menjadi lawan transaksi.[27] 


[1]Indonesia, Undang-Undang No. 40 Thaun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. pasal 92.
[2]Indonesia, Undang-Undang No. 40 Thaun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. pasal 98.
[3]Indonesia, Undang-Undang No. 40 Thaun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. pasal 99 ayat (1).
[4]Indonesia, Undang-Undang No. 40 Thaun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. pasal 99ayat (2).
[5]Indonesia, Undang-Undang No. 40 Thaun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. pasal 103.
[6]Indonesia, Undang-Undang No. 40 Thaun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. pasal 104 ayat (1) dan (2).
[7]Indonesia, Undang-Undang No. 1 Thaun 1995 Tentang Perseroan Terbatas. pasal 1 butir (4).
[8]Menurut UUPT, setiap pergantian Direksi maupun Komisaris harus melalui keputusan RUPS. Namun, sebelum disahkan harus melewati fit and proper Tim Penilai Akhir (TPA). TPA bahkan bias membatalkan keputusan RUPS meskipun pembatalan oleh TPA ini bertentangan dengan pasa 15 BUMN. Transparansi BUMN, http://www.suarapembaca.detik.com/index.php/home.read/tahun/2007/bulan/07/tgl/03/time/130709/idnews/800530/idkanal/471. Diakses, 30 April 2008.
[9]Peraturan Nomor Ix.I.6 Iv-1 Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Nomor: Kep- 45/Pm/2004 Tentang Direksi Dan Komisaris Emiten Dan Perusahaan Publik Ketua Badan Pengawas Pasar Modal.
[10]Indonesia, Undang-Undang No. 40 Thaun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. pasal 92 ayat (1) dan (2).
[11]Indonesia, Undang-Undang No. 40 Thaun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. pasal 92 ayat (3), (4), (5) dan (6).
[12]Indonesia, Undang-Undang No. 40 Thaun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. pasal 93.
[13]Indonesia, Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. pasal 101.
[14]Indonesia, Undang-Undang No. 40 Thaun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. pasal 102.
[15]Indonesia, Undang-Undang No. 47 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Pasal 1 angka (4)
[16]Indonesia, Undang-Undang No. 47 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Pasal 82.
[17]Indonesia, Undang-Undang No. 47 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Pasal 79 angka (2).
[18]Indonesia, Undang-Undang No. 47 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Pasal 79 angka (3).
[19]“RUU PT Antisipasi Persaingan Iklim Usaha Global”, http://www.dpr.go.id/,  . Diakses, 5 April 2008.
[20]Indonesia, Undang-Undang No. 47 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Pasal 84.
[21]Indonesia, Undang-Undang No. 47 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Pasal 85 ayat (1).
[22]Indonesia, Undang-Undang No. 47 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Pasal 85 ayat (2).
[23]Indonesia, Undang-Undang No. 47 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Pasal 87.
[24]Indonesia, Undang-Undang No. 47 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Pasal 88.
                    [25]Erman Radjagukguk, Pengelolaan Perusahaan Yang Baik (Good corporate governance), Diktat Mata Kuliah Hukum Perusahaan dan Kepailitan, Universitas Indonesia fakultas Hukum, 2005. tidak diterbitkan. 
[26]Pierre-Henri Conac, Luca Enriques, dan Martin Gelter, “Constraining Dominant Shareholders’ Self Dealing: The Legal Framework in France, Germany, and Italy,” European Corporate Governance Institute, Working Paper No. 88/2007, hal 27-28. 
[27]Conac, Enriques, dan Gelter. Ibid, hal 28.

No comments:

Post a Comment