Saturday, February 5, 2011

UNDANG-UNDANG NO. 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DAN PEMBANGUNAN EKONOMI

Oleh: Suleman Batubara SH., MH

A.           Investasi Indonesia dan Permasalahannya
Sejak bergulirnya era pemerintahan orde baru dan masuknya era pemerintahan reformasi tepatnya pada pertengahan tahun 1997, Negara Indonesia mengalami krisis di semua aspek kehidupan, baik ekonomi, sosial, politik maupun keamanan.[1] Krisis multidimensi yang dialami bangsa Indonesia, mengharuskan badan-badan negara baik eksekutif, legislatif maupun yudikatif serta rakyat Indonesia secara bersama-sama melakukan pembenahan diri agar dapat segera keluar dari kondisi yang demikian.
Melihat fenomena tersebut di atas, Erman Rajagukguk mengatakan, bahwa permasalahan yang dihadapi Indonesia dewasa ini, sama dengan permasalahan yang dihadapi oleh negara-negara berkembang pada umumnya yaitu; bagaimana menghindari disintegrasi bangsa, dalam waktu yang sama dapat juga memulihkan keadaan ekonomi dari krisis yang berkepanjangan dan memperluas kesejahteraan sosial sampai kepada masyarakat yang paling rendah.[2]
Selanjutnya beliau mengatakan, bahwa suatu negara (negara berkembang) yang mengalami permasalahan sebagaimana di sebutkan di atas, harus melakukan tiga tahap kebijakan yang dilakukan secara bersamaan agar dapat keluar dari persoalan tersebut. Adapun kebijakan yang dimaksud beliau adalah; melakukan unifikasi hukum, memajukan industrialisasi dan kesejahteraan sosial. Unifikasi hukum diarahkan untuk mendukung terciptanya stabilitas politik yang kondusif serta aman. Kemudian stabilitas politik yang kondusif ini diharapkan dapat merangsang berkembangnya industri yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi, sehingga pada akhirnya kesemua usaha tersebut dapat menjaga keutuhan bangsa serta memberikan kesejahteraan bagi rakyatnya.[3]

B.           Kebijakan di Bidang Investasi
Kebijakan yang dilakukan oleh badan-badan negara serta rakyat Indonesia untuk menstabilkan situasi politik antara lain adalah; menyelenggarakan pemilu maupun pilkada secara demokratis, jujur dan adil. Di bidang keamanan, pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk menyelesaikan konflik-konflik yang terjadi di daerah-daerah seperti di Aceh,[4] Papua,[5] Ambon, dan di daerah-daerah lainnya.
Dalam bidang ekonomi, pemerintah sedang giat-giatnya melakukan berbagai upaya untuk dapat menarik minat investor asing agar menanamkan modalnya di Indonesia. Adapun upaya yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan iklim investasi tersebut, antara lain; menjalin hubungan baik dengan negara-negara dunia, memberikan intensif atau perlakuan khusus bagi investor asing, menjamin keamanan serta memberikan kemudahan bagi mereka yang berminat menanamkan modalnya di Indonesia.
           
C.           Faktor-Faktro Penghambat Investasi di Indonesia
Kebijakan-kebijakan yang telah dilakukan pemerintah tersebut, diarahkan pada peningkatan investasi yang selanjutnya diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi belum sepenuhnya terwujud. Hal ini disebabkan beberapa hal antara lain; situasi politik yang belum sepenuhnya stabil, keamanan yang belum kondusif,[6] masih adanya pandangan negatif investor terhadap citra hukum Indonesia, kurangnya regulasi yang mengakomodasi kepentingan investor asing, lemahnya manajemen dan administrasi pemerintahan, kurangnya dukungan dari birokrat, kurangnya political will dari pemerintah dan elit politik untuk menegakkan hukum khususnya di bidang investasi.[7]
Hal yang tidak kalah penting untuk diingat adalah, bahwa terjadinya krisis multidimensi ini tidak lain dan tidak bukan, juga disebabkan oleh moral hazard dari manusia Indonesia sendiri. Bobroknya moral hazard adalah  salah satu faktor penyebab tumbuh suburnya praktek penyalahgunaan kewenangan hingga pada perbuatan korupsi yang telah mengahantarkan bangsa Indonesia pada lembah keterpurukan hingga saat ini.[8]
Dalam Harian Bisnis Indonesia, disebutkan ada sembilan masalah yang dirasakan dapat menghadang investor untuk berinvestasi di negara Indonesia yaitu; masalah hukum dan aturan perundang-undangan, kebijakan perpajakan, ketenagakerjaan, keimigrasian, lingkungan bisnis dan stabilitas sosial, teknis sektoral, kebijakan investasi dan privatisasi BUMN. Dalam masalah hukum dan peraturan perundang-undangan atau legal framework sedikitnya ada enam point yang dipermasalahakan oleh investor asing dalam pelaksanaan bisnisnya di Indonesia yaitu;[9]
1.              Kerangka hukum dan peraturan investasi di sektor pertambangan kurang menunjang terciptanya keamanan dan kenyamanan berusaha di bidang tersebut;
2.              Kurang penjelasan, penyuluhan, bimbingan atas pemahaman dan penerapan hukum dan perundang-undangan terutama yang terkait dengan peraturan investasi;
3.              Kurang tegas dan konsistennya sanksi hukuman atas pelanggaran hukum di Indonesia;
4.              Kurangnya penerapan sanksi hukum untuk menjamin kepastian berusaha pada proyek investasi sektor perkebunan di daerah;
5.              Perusahaan asuransi kurang bertanggungjawab atas terjadinya kerusakan dan kerugian yang dialami dunia usaha (klien perusahaan asuransi); dan
6.              Kurang jelasnya penekanan tiap substansi kewenangan otonomi daerah sehingga terjadi tumpang tindih kewenangan.

D.          Upaya Pemerintah Dalam Peningkatan Investasi
Pemerintah dalam usahanya untuk keluar dari kemelut tersebut, telah melakukan beberapa kebijakan yang tujuannya diarahkan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Kebijakan-kebijakan yang dilakukan pemerintah tersebut antara lain; melakukan pembenahan di bidang hukum,[10] baik di bidang regulasi maupun penegakan hukumnya.
Pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid, Rozy Munir yang menjabat sebagai Menteri Negara Penanaman Modal mengatakan bahwa, pemerintah akan menerbitkan revisi Daftar Negatif Investasi (DNI).[11] Langkah ini sengaja dilakukan untuk dapat merangsang minat investor asing berinvestasi di Indonesia. Selain langkah tersebut, Rozy Munir juga melakukan sejumlah langkah di bidang investasi dalam rangka pemulihan ekonomi.
Adapun langkah-langkah yang dicanangkan tersebut adalah sebagai berikut;[12]
1.             Perubahan Peraturan Pelaksanaan No. 20 Tahun 1994 Tentang Pemilikan Saham Dalam Perusahaan yang Didirikan Dalam Rangka PMA, dimana persyaratan yang menghambat pihak asing yang akan membeli saham perusahaan nasional akan dihapus.
2.             Penyederhanaan perizinan penggunaan tenaga kerja asing sehingga perusahaan PMDN dan PMA yang akan merealisasikan proyeknya dengan menggunakan tenaga asing akan lebih mudah dan cepat.
3.             Pemberian kemudahan kepada investor warga negara asing (WNA) untuk memperoleh status permanent resident yaitu bagi WNA yang menanamkan modalnya di Indonesia dalam jumlah tertentu tanpa harus menunggu untuk menetap di Indonesia selama lima tahun.
4.             Pemberian perpanjangan waktu pengimporan bahan baku/penolong.
Selain upaya tersebut di atas, pemerintah juga telah melakukan berbagai hal, untuk mendukung pertumbuhan ekonomi seperti; menjalin hubungan baik dengan negara-negara dunia,[13] memperbaiki iklim politik, memberikan kemudahan bagi para investor asing maupun lokal yang berminat menanamkan modalnya di Indonesia, dan yang sampai saat ini masih hangat di telinga yaitu diundangkannya Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal (selanjutnya disebut undang-undang penanaman modal) yang baru sebagai unifikasi antara Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 Tentang Penanaman Modal Asing dengan Undang-Undang No. 6 Tahun 1968 Tentang Penanaman Modal alam Negeri.
Dalam suatu kesempatan, Erman Rajagukguk mengatakan bahwa salah satu upaya yang harus dilakukan oleh pemerintah untuk dapat berhasil dalam pembangunan ekonominya adalah melakukan pembaharuan di bidang hukum, institusi hukum dan profesi hukum. Hal yang sama juga telah dilakukan oleh beberapa negara maju di bagian Eropa. Perlunya pembaharuan di bidang hukum, institusi hukum dan juga profesi hukum, hal ini dikarenakan bahwa beberapa aspek tersebut sangat memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi khususnya di era globalisasi ini.[14]
Khusus dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui investasi, Bismar Nasution mengatakan bahwa pemerintah suatu negara dapat melakukan beberapa kebijakan yaitu; melakukan pembenahan di bidang undang-undang investasi, penyederhanaan prosedur investasi, disentralisasi beberapa kewenangan investasi dan peninjauan daftar negatif secara berkala serta menyempurnakan beberapa kelemahan berkenaan dengan jalannya investasi.[15]
Berbagai upaya yang telah dilakukan pemerintah tersebut di atas, tidaklah begitu berarti untuk peningkatan jumlah investasi tanpa didukung oleh suatu kondisi yang secara ekonomis dapat menambah income atau pengurangan biaya produksi bagi investor. Dengan perkataan lain, tolak ukur utama bagi para investor dalam berinvestasi di suatu negar adalah profit atau keuntungan. Hal ini sejalan dengan pendapat Erman Rajagukguk.[16]
Keuntungan tersebut dapat diperoleh dari berbagai faktor antara lain; upah buruh yang murah, dekat dengan sumber bahan mentah, luasnya pasar yang baru, menjual teknologi (merk, paten, rahasia dagang, design industri), menjual bahan baku untuk dijadikan barang jadi, insentif untuk investor dan status khusus negara-negara tertentu dalam perdagangan nasional.[17]

E.           Faktor Pendorong Masuknya Investasi ke Dalam Suatu Negara
Erman Rajagukguk juga mengatakan bahwa, faktor-faktor yang menentukan masuknya investasi ke suatu negara digantung kepada tiga faktor yaitu; economic opportunity, political stability (stabilitas politik) dan legal certainity (kepastian hukum). Kepastian hukum mencakup tiga unsur; substansi hukum, aparatur hukum dan budaya hukum masyarakat.[18]   Di samping faktor-faktor tersebut di atas, Ahmadi Rilam mengatakan bahwa faktor yang mempengaruhi tingkat pertumbuhan investasi langsung di suatu negara antara lain; masalah tenaga kerja, kapital, konsumsi, hubungan ekonomi luar negeri dan faktor non-ekonomi.[19]
Dari uraian di atas, dapat dikatakan bahwa salah satu faktor utama penyebab menurunnya tingkat investasi dan pertumbuhan ekonomi di suatu negara khususnya Indonesia, adalah dikarenakan lemahnya penegakan hukum (law enforcement) dan ketiadaan regulasi khususnya di bidang investai yang mampu memberikan rasa aman, nyaman bagi investor serta kurang ramahnya perundang-undangan tersebut terhadap investor khususnya investor asing. Dengan kata lain perangkat perundang-undangan yang ada sekarang dirasakan kurang mengakomodasi kepentingan para investor dalam berinvestasi.
Hal ini juga dinyatakan oleh mantan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri dan Perdagangan, M. Laut Simbolon. Beliau mengatakan bahwa salah satu produk peraturan perundang-undangan yang dinilai kurang mendukung terciptanya iklim usaha adalah Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 Tentang Penanaman Modal Asing. Dalam kesempatan yang sama, beliau juga mengatakan bahwa, Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 Tentang Penanaman Modal Asing dirasakan saling kontradiksi dengan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Sehat.[20]
Hal ini juga terjadi dalam Keppres No. 117 Tahun 1999 Tentang Penerbitan Surat Persetujuan Pendirian Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA) Berikut Izin Perluasannya Melalui Badan Koordinasi Penanaman Modal Dalam Negeri (BKPMD) di Tiap Dati II. Adanya Keppres ini menimbulkan kevakuman di tingkat I, jadi penerbitan SP PMDN dan PMA cukup melalui BKPMD tingkat satu.[21]
Apa yang terjadi dalam produk perundang-undangan di atas, ini juga terjadi dalam Keppres No. 118 Tahun 2002 Tentang Perubahan Atas Kepperes No. 96 Tahun 2000 Tentang Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka Dengan Persyaratan Tertentu Bagi Penanaman Modal, ada delapan bidang usaha yang tertutup bagi penanaman modal asing yang terbagi ke dalam empat sektor yaitu;[22]
A. Sektor kehutanan dan perkebunan;
1.      Pembenihan plasma nutfah.
2.      Hak pengusahaan hutan alam.
3.      Kontraktor di bidang pembalakn hutan.
B.     Sektor perhubungan;
1.      Angkutan taksi atau bus.
2.      Pelayaran rakyat.
C.     Sektor perdagangan;
1.      Jasa perdagangan dan jasa penunjang perdagangan, kecuali;
a.       Perdagangan eceran berskala besar (mall, super market, Dept. Store, pusat pertokoan/perbelanjaan).
b.      Perdagangan besar (distributor/whole saler).
c.       Perdagangan ekspor dan impor).
d.      Jasa pameran/konvensi.
e.       Jasa sertifikasi mutu.
f.        Jasa penelitian pasar.
g.       Jasa perdagangan diluar lini satu dan pelabuhan.
h.       Jasa pelayanan purna jual.
D.     Sektor perdagangan;
1.Jasa penyiaran radio dan televisi, jasa siaran radio dan televisi berlangganan dan media cetak.
2.Usaha perfilman (usaha pembuatan film, usaha jasa teknik film, usaha ekspor film, usaha impor film usaha pengedaran film dan usaha pertunjukan dan/atau penayangan film).
Dari keseluruhan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa salah satu faktor utama penghambat investasi dan pertumbuhan ekonomi adalah dikarenakan adanya beberapa masalah dalam hukum khususnya dalam produk perundang-undangan. Alasan inilah yang menjadikan dasar bagi pemerintah maupun para ahli untuk melakukan pembaharuan khususnya terhadap Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 Tentang Penanaman Modal Asing dan Undang-Undang No. 6 Tahun 1968 Tentang Penanaman Modal Dalam Negeri.
Diundangkannya undang-undang penanaman modal yang baru, merupakan penggabungan antara Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 dan Undang-Undang No. 6 Tahun 1968. Lahirnya undang-undang penanaman modal tersebut paling tidak menimbulkan dua pertanyaan yang substansil yaitu,  apakah undang-undang penanaman modal yang baru ini dapat memberikan iklim investasi yang kondusif bagi para investor sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan bagaimanakah pengaturan hak-hak atas tanah di Indonesia pasca lahirnya undang-undang penanaman modal,  mengingat hal tersebut telah diatur secara khusus dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 Tentang Dasar Pokok-Pokok Agraria?.
Kedua pertanyaan tersebut di atas, merupakan bagian gugatan atau alasan para pemohon judicial review undang-undang penanaman modal tersebut atas Undang-Undang Dasar 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945). Hal inilah yang menjadikan penulis tertarik untuk menelaah, menganalisa serta mengkaji lebih dalam Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21-22/PUU-V/2007 Tentang Judicial Review Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Atas UUD 1945.



[1]Republika, Tahun Investasi Indonesia 2000: Pemodal Asing Berkemas Untuk Pergi, 21 Juni 2000
[2]Erman Rajagukguk, “Hukum Ekonomi Indonesia: Menjaga Persatuan Bangsa, Memulihkan Ekonomi, dan Memperluas Kesejahteraan Sosial”, Jurnal Hukum Bisnis, vol. 22 (2003) : 23
[3]Erman Rajagukguk, Ibid. 
[4]“Nota Kesepakatan RI Dengan GAM di Geneva”, http://www.hamline, htm. Jum’at, 5 Mei 2000.
[5]“Indonesia: Bebaskan Tahanan Politik di Papua”, http://www.hrw.orq, . htm. 12 Februari 2007
[6]Republika, “Investor Asing Keluhkan Keamanan”,Kamis 4 Mei 2000
[7]Bisnis Indonesia, Menlu: Elit Politik Jangan Bikin Takut Investor, Selasa, 25 April 2000
[8]“Tingkatkan Efektifitas Pemberantasan Korupsi, KPK Gelar Seminar Nasional Gratifikasi”, http://www.kpk.qo.id, 12 September 2006.
[9]Bisnis Indonesia, “9 Masalah Hadang Investor Asing”, Selasa, 27 Juni 2000.
[10]Kompas, Peraturan yang Menghambat Investasi Perlu Dikaji, Rabu, 15 Agustus 2001
[11]Bisnis Indonesia, “Revisi DNI Segara Keluar”, Kamis, 4 Mei 2000
[12]Bisnis Indonesia, “Pemerintah Akan Semakin Liberalkan Investasi”, Kamis, 27 April 2000
[13]Media Indonesia, Menyusul Kunjungan Kenegaraan Presiden, Asing Mulai Berminat Investasi, Kamis, 6 Januari 2000
[14]Erman Rajagukguk, “Peranan Hukum Dalam Pembangunan Pada Era Globalisasi : Implikasinya Bagi Pendidikan Hukum di Indonesia”, (Makalah Disampaikan Pada Pengukuhan Sebagai Guru Besar Pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 4 Januari 1997), hal. 7.
[15]Bismar Nasution, Implikasi Undang-Undang Investasi Terhadap Pengaturan Country of Origin Markings, Jurnal Hukum Bisnis, vol. 5 (2003) : 17.
[16]Erman Rajagukguk, “Mengapa Modal Asing Datang ke Indonesia,”  (Diktat Mata Kuliah Hukum Investasi Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006), hal. 1.
[17]Erman Rajagukguk,Ibid
[18]Erman Rajagukguk, “Mendorong Pertumbuhan Ekonomi di Tahun 2006”, http://www.ui.edu, 2 Januari 2006.
[19]Bisnis Indonesia, Perlu Seleksi Modal Asing, Selasa, 12 September 2000
[20]Kompas, “Peraturan yang Menghambat Investasi Perlu Dikaji”, Rabu, 15 Agustus 2001 
[21]Bisnis Indonesia, “Ubah Keppres Izin Investasi”, Sabtu, 29 April 2000
[22]Kompas, “Delapan Bidang Usaha Tertutup Bagi PMA”, Selasa, 22 Agustus 2000

No comments:

Post a Comment